Sepak Terjang Gerwani
Gerwis,
pendahulu Gerwani, didirikan pada bulan Juni 1950 oleh enam serikat organisasi
perempuan yang ada berbasis di Pulau Jawa; organisasi lainnya dari seluruh
nusantara bergabung dengan grup selama beberapa tahun berikutnya. Ini
mendirikan kantor-kantor di seluruh negeri, dan berkantor pusat di Semarang, kemudian
dikenal sebagai "Kota Merah" bagi banyak organisasi kiri mereka.
Kampanye awal Gerwani difokuskan pada
reformasi sistem hukum Indonesia untuk membuat wanita dan pria sama di mata
hukum. Banyak penekanan ditempatkan pada undang-undang perkawinan, memberikan
prioritas kepada kebiasaan setempat bahwa di banyak tempat membatasi kemampuan
perempuan untuk mewarisi harta atau untuk menolak pernikahan poligami secara
paksa. Gerwani memberikan dukungan individu untuk perempuan yang telah
disalahgunakan atau ditinggalkan oleh suami mereka.
Pada awal 1960-an, Gerwani telah mendapatkan peran dalam politik nasional.
Hubungan dengan PKI menjadi lebih dekat, dan
aspek-aspek feminis dalam aktivisme telah berkurang. Organisasi ini juga
menjadi pendukung kuat Presiden Sukarno, meskipun ada beberapa ketidaksetujuan Gerwani
atas pernikahan poligami yang dilakukan Presiden. Organisasi Gerwani memiliki
puncak pengikut sekitar 1,5 juta anggota pada tahun 1965.
Gerwani dikenal sebagai organisasi wanita yang aktif
di Indonesia pada tahun 1950-an dan 1960-an. Organisasi ini didirikan
pada tahun 1950, dengan lebih dari 650.000 anggota pada tahun 1957. Gerwani
memiliki hubungan yang kuat dengan Partai Komunis Indonesia, tapi
sebenarnya merupakan organisasi independen yang memperhatikan
masalah-masalah sosialisme dan feminisme, termasuk reformasi
hukum perkawinan, hak-hak buruh, dan nasionalisme Indonesia.
Di DPR, Ketua
Umum Gerwani Umi Sardjono menegaskan bahwa perjuangan mengesahkan UU perkawinan
harus dipandang sebagai perjuangan melengkapi revolusi nasional. Gerwani paling
keras menentang poligami, perkawinan anak-anak, dan pelecehan terhadap perempuan.
Pengertian kemerdekaan nasional bagi Gerwani
meliputi
penghapusan terhadap poligami, kawin paksa, pelacuran dan beban kerja ganda. Di
tahun 1957, Gerwani menjadi pendukung
perjuangan bangsa Indonesia untuk mengusir kolonialisme Belanda di Irian
Barat. Gerwani mengirimkan anggotanya untuk menjadi sukarelawati untuk
pembebasan Irian Barat. Gerwani memobilisasi 15.000 wanita ke Istana Negara,
saat peringatan Hari Perempuan Sedunia, 1 Maret 1961, untuk menentang
pembentukan negara boneka Papua oleh kolonialis Belanda.
Pada tahun 1957, Gerwani
aktif mendukung gerakan buruh untuk menasionalisasi perusahaan asing, terutama
perusahaan milik Belanda. Langkah ini merupakan upaya
pemerintahan Bung Karno untuk melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial. Dalam
kampanye nasionalisasi terhadap perusahaan minyak Caltex, Gerwani dan SOBSI
menggalang pembantu rumah tangga untuk memboikot majikan mereka. Aksi itu
meluas ke restoran dan toko-toko untuk menolak melayani orang asing.
Pada tahun 1960-an, Gerwani berkampanye untuk ketersediaan pangan dan
sandang bagi rakyat. Seakan itu semua masih belum cukup, Gerwani rajin
melakukan aksi demonstrasi untuk menentang kenaikan harga bahan pokok. Salah
satu demonstrasi besar yang digalang Gerwani untuk menolak kenaikan harga terjadi
pada tahun 1960. Bung Karno merespon aksi tersebut dan berjanji menurunkan
harga dalam tiga tahun. Di desa-desa,
anggota Gerwani giat bekerjasama dengan Barisan Tani Indonesia (BTI) untuk
membela dan memperjuangkan hak-hak kaum tani, seperti hak atas tanah, pembagian
hasil panen yang adil, dan lainnya. Gerwani menggelar kursus dan
pelatihan bagi perempuan tani di desa-desa. Gerwani aktif memperjuangkan
dilaksanakannya UU Pokok Agraria (UUPA) 1960 dan UU Perjanjian Bagi Hasil
(PBH).
Gerwani aktif memperjuangkan
hak-hak buruh perempuan. Pada tahun 1950-an, Gerwani berhasil mendesak Kongres
Wanita Indonesia (Kowani) untuk mengadopsi piagam hak-hak perempuan, yang di
dalamnya ada bab khusus tentang hak buruh perempuan, seperti hak yang sama
antara laki-laki dan perempuan dalam memasuki semua pekerjaan dan promosi
jabatan, kesetaraan upah, dan penghapusan segala bentuk diskriminasi di tempat
kerja. Gerwani dan SOBSI menggelar aksi bersama menuntut upah yang sama, cuti
menstruasi dan hamil, hak perempuan mendapat promosi dan perlakuan yang sama di
tempat kerja.
Pada tahun 1962, Gerwani
mendukung politik Bung Karno untuk mengganyang negara boneka bentukan Inggris
di Malaya, yakni federasi Malaysia. Selain berkampanye dan menggelar aksi demonstrasi,
Gerwani menyiapkan anggotanya untuk menjadi sukarelawati dan
dipersiapkan untuk dikirim dalam operasi Trikora. Gerwani aktif menentang
pemberontakan PRRI/Permesta, yang dibelakangnya adalah kepentingan imperialisme
AS. Bagi Gerwani, meneruskan revolusi berarti melawan PRRI/Permesta.
Pada tahun 1960, Gerwani
aktif mendukung kampanye pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang diserukan oleh
Bung Karno. Gerwani mendirikan tempat-tempat belajar dan menggelar kursus-kursus PBH.
Gerwani aktif dalam memperjuangkan hak-hak anak-anak. Contohnya yakni
mendirikan fasilitas pengasuhan untuk anak-anak. Salah satunya adalah tempat
penitipan anak. Pada pertengahan 1960, Gerwani punya 1.500 balai penitipan
anak semacam itu. Dan pada tahun 1963, Gerwani resmi mendirikan Yayasan Taman
Kanak-Kanak (TK) Melati, yang pengurusnya bekerja penuh mengurus penitipan
anak. Pada tahun 1960, Gerwani juga merumuskan “panca-cinta” sebagai pedoman
pendidikan anak-anak, yaitu cinta tanah air, cinta orangtua dan kemanusiaan,
cinta kebenaran dan keadilan, cinta persahabatan dan perdamaian, dan cinta alam
sekitar.
Gerwani aktif berkampanye
untuk pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya. Gerwani
menuding korupsi sebagai salah satu biang kerok kenaikan harga-harga. Beberapa
aksi demonstrasi yang digalang Gerwani berisi tuntutan penghapusan korupsi dan
retooling aparatur negara. Gerwani
aktif menentang pelacuran. Pelacuran bukan kesalahan perempuan. Kondisi sosial dan ekonomilah yang
memaksa mereka menjadi pelacur. Gerwani yakin, pelacuran akan lenyap di
Indonesia apabila sosialisme sudah dipraktekkan. Gerwani aktif menentang
pornografi dan memboikot film-film yang merendahkan martabat perempuan. Pada tahun 1950-an, Gerwani aktif berkampanye
menentang film-film yang mempromosikan kebudayaan imperialis, terutama
film-film Amerika Serikat (AS). Salah satu film
yang diprotes berjudul Rock ‘n Roll, yang dianggap bisa meracuni pikiran
anak-anak muda. Film lain yang diprotes semisal Rock Around the Clock
(1956) dan Don’t Knock the Rock. Gerwani mendukung berdirinya Lembaga
Film Rakyat.
Gerwani aktif dalam kampanye
dan menggelar aksi-aksi menentang imperialisme. Aksi menentang aksi imperialisme Belanda saat kampanye
Trikora, lalu aksi menentang kolonialisme Inggris melalui kampaye Dwikora,
menuntut nasionalisasi perusahaan milik negara-negara imperialis, dan mengecam
keterlibatan imperialisme AS dalam pemberontakan PRRI/Permesta
Gerwani memiliki majalah
bulanan bernama Api Kartini. Majalah ini berisi ulasan dari banyak persoalan: dari
pergerakan perempuan, situasi ekonomi-politik nasional, budaya, masalah-masalah
perempuan, resep masakan, jahit-menjahit, dan lain-lain. Anggota redaksinya
terdiri dari: Maasje Siwi S, S Sijah, Darmini, Parjani Pradono, SK Trimurti.
Turut membantu redaksi, antara lain: Rukiah Kertapati, Sugiarti Siswadi, Mr
Trees Sunio, Sulami, Rukmi B Resobowo, Siti Suratih, Sulistyowarni, Sutarni,
Sudjinah, dan Sarini.
Gerwani aktif berkampanye
tentang perlunya gerakan politik perempuan dan mendorong perempuan masuk ke
gelanggang politik. Gerwani berharap lebih banyak wanita yang menjadi anggota DPR dan DPRD,
kepala desa, Bupati, Gubernur, Menteri, dan lainnya. Pada pemilu 1955,
sejumlah pimpinan Gerwani masuk daftar calon anggota DPR melalui PKI, seperti
Salawati Daud, Suharti Suwarto, Ny. Mudigdo, Suwardiningsih, Maemunah, dan Umi
Sardjono.
Gerwani aktif dalam Gerakan Perempuan
Internasional, khususnya melalui Gerakan Wanita Demokratis Sedunia
(GWDS). Melalui GWDS, Gerwani berkampanye tentang penghentian perlombaan
persenjataan, pelarangan percobaan senjata atom, mempromosikan perdamaian dunia
dan menentang perang, mendukung Konferensi Asia Afrika, penghapusan apartheid,
penghapusan diskriminasi rasial dan fasisme, dan mengecam agresi imperialis di
berbagai negara seperti Vietnam, Laos, Kamboja, dan masih banyak lagi.
Sumber :
https://www.boombastis.com/fakta-gerwani/71018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar