Sayangnya Chairul Saleh pada Keluarganya
Ia masih menunjukkan sayang pada adik-adiknya saat remaja.
Ia kasih kopernya buat Hafidz dan juga beri minyak rambut paling keren saat itu
Stacomb.
Di buku Chairul Saleh Tokoh Kontoversial karya Irna H.N. Hadi Soewito, menulis Chairul remaja suka mengerjai adiknya, salah satu yang paling diingat Ayi (salah satu adiknya) adalah saat Chairul bangun tidur. Ia meminta Ayi beli makan:
“Tolong dong Yi beli nasi,”
“Mana uangnya?”
“Di kantong”
“Di kantong mana?”
“Ya di situ.” Ayi lantas merogoh kantong dan merasakan sesuatu yang aneh.
“Hai ini apa?” Tanya Ayi ingin tahu.
“Oh, itu kalau pilek, taruh hidung.”
Ayi lantas mendekatkan barang itu ke hidung. “Ditaruh begini,” kata Ayi sembari mendekatkan ke hidungnya. “Jangan! Jangan!” Kata Chairul. Setelah beberapa tahun Ayi baru tahu kalau itu kondom.
Di buku Chairul Saleh Tokoh Kontoversial karya Irna H.N. Hadi Soewito, menulis Chairul remaja suka mengerjai adiknya, salah satu yang paling diingat Ayi (salah satu adiknya) adalah saat Chairul bangun tidur. Ia meminta Ayi beli makan:
“Tolong dong Yi beli nasi,”
“Mana uangnya?”
“Di kantong”
“Di kantong mana?”
“Ya di situ.” Ayi lantas merogoh kantong dan merasakan sesuatu yang aneh.
“Hai ini apa?” Tanya Ayi ingin tahu.
“Oh, itu kalau pilek, taruh hidung.”
Ayi lantas mendekatkan barang itu ke hidung. “Ditaruh begini,” kata Ayi sembari mendekatkan ke hidungnya. “Jangan! Jangan!” Kata Chairul. Setelah beberapa tahun Ayi baru tahu kalau itu kondom.
Bila libur
tiba Chairul pulang ke Bukittinggi, ia suka menghabiskan waktu berenang di
sungai Tabang. Ia suka saat seperti itu karena banyak pelajar yang belajar di
Jawa juga pulang. Salah satunya adalah Yohana Siti Menara Saidah, gadis manis
putri Tuan Lanjumin Datuk Tumanggung dengan Masnin. Gadis ini sekolah di
Batavia.
Perkenalan dengan Yohana ini bikin Chairul tak bergairah sekolah di Medan, ia lantas pindah ke Batavia di sekolah Koning Willem Drie (KW III) atau HBS 5 tahun, di jalan Salemba.
Ia hanya punya tiga stel pakaian namun selalu rapi dan memakai sepeda butut namun di mata perempuan dia adalah sosok yang menarik, kecuali tubuhnya yang gemuk, bibir tebal dan mata sedikit juling.
Di Batavia hubungannya dengan Yohana semakin lengket. Namun tak direstui orang tua Yohana. Orang tua Yohana bilang kalau keluarga Chairul punya penyakit jiwa keturunan. Belakangan diketahui masalahnya adalah persaingan dua keluarga ini memperebutkan posisi anggota Volksraad. Ceritanya, dokter Saleh yang nasionalis dicalonkan sebagai anggota namun yang jadi Datuk Tumenggung.
Pada 1940 Chairul dan Zus Yo, sapaan akrab Yohana, berbulat tekat untuk menikah. Mereka melangsungkannya di rumah uwaknya Datuk Sulaiman Rajo Mudo di Lubuk Jantan. Tak seorang saudaranya yang datang. Saat itu papanya sedang sakit.
Sejak saat itu dia ia tak lagi dapat kiriman uang dari ayahnya. Untuk kebutuhan sehari-hari ia mengandalkan kiriman dari kakeknya dan adik papanya. Pengalaman pahit masa kanak-kanak menjadikannya berwatak keras dan teguh pendirian. Ia tampak jelas pada sikap-sikapnya saat dewasa. Dengan Saidah, Chairul mengangkat 100 anak angkat.
Perkenalan dengan Yohana ini bikin Chairul tak bergairah sekolah di Medan, ia lantas pindah ke Batavia di sekolah Koning Willem Drie (KW III) atau HBS 5 tahun, di jalan Salemba.
Ia hanya punya tiga stel pakaian namun selalu rapi dan memakai sepeda butut namun di mata perempuan dia adalah sosok yang menarik, kecuali tubuhnya yang gemuk, bibir tebal dan mata sedikit juling.
Di Batavia hubungannya dengan Yohana semakin lengket. Namun tak direstui orang tua Yohana. Orang tua Yohana bilang kalau keluarga Chairul punya penyakit jiwa keturunan. Belakangan diketahui masalahnya adalah persaingan dua keluarga ini memperebutkan posisi anggota Volksraad. Ceritanya, dokter Saleh yang nasionalis dicalonkan sebagai anggota namun yang jadi Datuk Tumenggung.
Pada 1940 Chairul dan Zus Yo, sapaan akrab Yohana, berbulat tekat untuk menikah. Mereka melangsungkannya di rumah uwaknya Datuk Sulaiman Rajo Mudo di Lubuk Jantan. Tak seorang saudaranya yang datang. Saat itu papanya sedang sakit.
Sejak saat itu dia ia tak lagi dapat kiriman uang dari ayahnya. Untuk kebutuhan sehari-hari ia mengandalkan kiriman dari kakeknya dan adik papanya. Pengalaman pahit masa kanak-kanak menjadikannya berwatak keras dan teguh pendirian. Ia tampak jelas pada sikap-sikapnya saat dewasa. Dengan Saidah, Chairul mengangkat 100 anak angkat.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar