SAMBUTAN KEPALA KANTOR WILAYAH
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PROVINSI RIAU
PADA ACARA DIKLAT PENYIAPAN TENAGA
PENDAMPING IMPLEMENTASI AKUNTANSI DAN PELAPORAN BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH
PUSAT
19 JUNI 2016
Yang terhormat,
Para pejabat lingkup Satuan Kerja Kementerian/Lembaga
selaku Unit Akuntansi Pembantu Anggaran Wilayah (UAPPA-W)
Para narasumber,
serta
Para peserta Diklat yang berbahagia,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan
karunia-Nya, kita masih diberi
kesempatan untuk bertemu dan mengikuti Diklat Penyiapan Tenaga Pendamping, pada hari ini sampai lima hari kedepan, dengan sehat
walafiat.
Bapak, Ibu hadirin
yang berbahagia
Seiring dengan
semakin kompleknya permasalahan dan tuntutan untuk peningkatan komitmen
pimpinan pada Kementerian Negara/Lembaga terhadap pertanggungjawaban atas
pengelolaan Keuangan Negara, maka diperlukan peningkatan kualitas penyusunan laporan keuangan sesuai dengan
kaidah Sistem Akutansi Instansi serta ketertiban dalam melaksanakan
rekonsiliasi laporan keuangan antara UAPPA-W dengan kuasa BUN Kanwil Ditjen
Perbendaharaan.
Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan SAI pada UAPPA-W lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Riau, serta pendampingan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2016, maka
dipandang
perlu untuk melaksanakan
diklat penyiapan tenaga pendamping saat ini.
Bapak, Ibu hadirin
yang berbahagia
Kebijakan Akuntansi Akrual berdasar pada :
1.
UU No. 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara:
Pasal
36 ayat (1) menyatakan bahwa “Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
13, 14, 15, dan 16 Undang-Undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5
(lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis
akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.”
2. UU
No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara:
Pasal
70 ayat (2) menyatakan bahwa “Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan
dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13
Undang-Undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun anggaran 2008 dan
selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum
dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.”
3.
Kesepakatan DPR RI
dan Pemerintah pada Rapat Konsultasi tanggal 25 September 2008, antara lain:
Ø Pemerintah dan DPR
menyepakati untuk memulai pelaksanaan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis
Akrual, kemudian Pemerintah akan menyusun tahapan-tahapan dan
persiapan-persiapan akuntansi berbasis akrual
Ø Dalam UU APBN TA
2009, informasi pos-pos akrual sudah harus disajikan meskipun dalam bentuk
lampiran (suplementary document)
4. PP
Nomor 71 Tahun 2010 tentang SAP (Pengganti PP 24 Tahun 2005) mempertegas
bahwa akuntansi berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya untuk pelaporan
keuangan tahun anggaran 2015.
Sebagaimana telah disampaikan
secara jelas pada aturan-aturan tersebut diatas, secara teori umum kita sudah
mengetahui apa itu akrual. Basis Akrual adalah suatu basis akuntansi di mana Transaksi
ekonomi atau peristiwa akuntansi diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya
transaksi tersebut, tanpa memperhatikan
waktu kas diterima atau dibayarkan.
v pendapatan diakui/dicatat
pada saat timbulnya hak dan tidak semata-mata pada saat kas masuk ke kas negara.
v belanja diakui/dicatat
pada saat timbulnya kewajiban atau tidak selalu pada saat kas keluar dari kas negara.
v Aset diakui
pada saat potensi ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai yang dapat
diukur dengan andal.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban
timbul.
Penerapan akuntansi berbasis
akrual di pemerintahan Indonesia sejatinya sudah harus dilaksanakan sejak tahun
2008 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Implementasi akuntansi
berbasis akrual di pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Sistem Akuntansi dan Information Technology
(IT) Based System
Adanya kompleksitas implementasi
akuntansi berbasis akrual, dapat dipastikan bahwa penerapan akuntansi berbasis
akrual di lingkungan pemerintahan memerlukan sistem akuntansi dan IT based system yang
lebih rumit. Selain itu perlu juga dibangun sistem pengendalian intern yang
memadai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Hal tersebut telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 1
tahun 2004 pasal 58 ayat 1yang menyatakan:
Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintah
mengatur dan menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan
pemerintahan secara menyeluruh.
Oleh karena itu, saat ini
Ditjen Perbendaharaan saat ini sedang membangun SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan
Tingkat Instansi). Uji coba SAKTI tahun ini diharapkan dapat berjalan dalam
lingkup Ditjen Perbendaharaan. Sebelumnya telah bersama-sama kita ketahui,
aplikasi SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara)telah berjalan lancar
sampai saat ini
2. Komitmen dari Pimpinan
Dukungan yang kuat dari pimpinan
merupakan kunci keberhasilan dari suatu perubahan. Diundangkannya tiga
paket keuangan negara serta undang-undang pemerintahan daerah menunjukkan komitment
yang kuat dari pihak eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki sistem keuangan
negara, termasuk perbaikan atas akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi
pemerintah pusat mengacu pada pedoman yang disusun oleh menteri keuangan.
Sistem akuntansi pemerintah daerah ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota
dengan mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah.
Sistem akuntansi pemerintah pusat dan sistem akuntansi pemerintah daerah
disusun dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kejelasan
perundang-undangan mendorong penerapan akuntansi pemerintahan dan memberikan
dukungan yang kuat bagi para pimpinan kementerian/lembaga di pusat dan
Gubernur/Bupati/Walikota di daerah.
3. Tersedianya Sumber Daya Manusia
(SDM) yang Kompeten
Laporan keuangan diwajibkan untuk
disusun secara tertib dan disampaikan masing-masing oleh pemerintah pusat dan
daerah kepada Badan PemeriksaKeuangan (BPK) selambatnya tiga
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, selambatnya enam bulan
setelah tahun anggaran berakhir, laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK
tadi diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada DPR dan oleh Pemerintah
Daerah kepada DPRD. Penyiapan dan penyusunan laporan keuangan tersebut
memerlukan SDM yang menguasai akuntansi pemerintahan. Dengan adanya
diklat ini, diharapkan insan-insan perbendaharaan yang telah mengikuti diklat
menjadi garda depan pelaporan keuangan pemerintah yang akuntabel.
4. Eksistensi Terhadap Perubahan
Untuk setiap perubahan, bisa jadi ada
pihak internal yang sudah terbiasa dengan sistem yang lama dan enggan untuk
mengikuti perubahan. Untuk itu, perlu disusun berbagai kebijakan dan dilakukan
berbagai sosialisasi kepada seluruh pihak yang terkait, sehingga
penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual dapat berjalan dengan baik tanpa
ada resistensi.
5. Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dari masyarakat sangat
diperlukan untuk mendukung keberhasilan penerapan akuntansi pemerintahan.
Masyarakat perlu didorong untuk mampu memahami laporan keuangan pemerintah,
sehingga dapat mengetahui dan memahami penggunaan atas penerimaan pajak yang
diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada. Dengan
dukungan yang positif, masyarakat mendorong pemerintah untuk lebih transparan
dan akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.
Bapak, Ibu hadirin yang berbahagia
Masih Terdapat evaluasi pelaksanaan LKKL (Laporan Keuangan Kementerian Lembaga)
tahun 2015 yaitu:
§ Masih terdapat kesalahan penggunaan akun terutama akun
belanja yang tidak ditindaklanjuti dengan langkah-langkah koreksi dokumen
(revisi DIPA/POK dan ralat SPM), sehingga memerlukan banyak koreksi akuntansi
(koreksi antar beban maupun koreksi beban-aset)
§ Terdapat selisih antara transfer masuk dan transfer
keluar yang tidak dijelaskan secara memadai (total selisih transfer masuk
dan transfer keluar di LKPP unaudited Rp20 T), antara lain disebabkan oleh
kesalahan penggunaan menu aplikasi dan mekanisme pencatatan persediaan yang
tidak sesuai ketentuan
§ K/L masih banyak yang belum menyusun kebijakan terkait
transaksi/kejadian atau peristiwa ekonomi yang spesifik pada K/L
sesuai amanat Pasal 5 PMK
219/PMK.05/2013.
§ Masih terdapat penggunaan langsung penerimaan/pungutan K/L
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
§ Masih terdapat kesalahan penggunaan menu transaksi pada
aplikasi SIMAK-BMN maupun Persediaan sehingga menyebabkan salah saji pada
laporan keuangan, misalnya penggunaan menu transaksi Perolehan Lainnya untuk
mencatat reklasifikasi persediaan menjadi aset tetap sehingga memunculkan
Pendapatan Perolehan Lainnya di LO
§ Pencatatan dan pelaporan persediaan belum tertib (persediaan belum
dicatat, tidak dilakukan stock opname)
§ Masih terdapat
permasalahan terkait penyusutan aset
tetap (misalnya saldo buku minus, dll)
Bapak,
Ibu hadirin yang berbahagia
Hal-Hal yang harus
diperhatikan (Current Issue) dalam
penyusunan LKKL tahun 2016 adalah :
§ Perubahan mekanisme rekonsiliasi dan pelaporan keuangan
K/L secara on-line:
a.
Rekonsiliasi hanya dilakukan di tingkat Satker dengan
KPPN secara on-line
b.
Satker mengirim ADK yang berisi seluruh data laporan
keuangan Satker ke KPPN dengan cara meng-upload ke portal yang disediakan oleh
Kementerian Keuangan dan selanjutnya akan disimpan di dalam database pada
Kementerian Keuangan
c.
Penerbitan BAR secara elektronis (tidak perlu tanda
tangan basah)
d.
Tidak ada lagi rekonsiliasi tingkat wilayah, eselon I,
dan K/L
e.
Aplikasi SAIBA hanya digunakan di tingkat Satker (UAKPA)
sedangkan UAPPA-W/UAPPA-E1/UAPA menyusun laporan keuangan cukup dengan
mengakses portal yang disediakan oleh Kementerian Keuangan sehingga tidak ada
lagi penyampaian ADK secara berjenjang
f.
Perubahan data di tingkat UAKPA hanya dapat tersaji di
tingkat UAPPA-W/UAPPA-E1/UAPA jika sudah di-upload ke portal dan di-approve
oleh KPPN (sedang dievaluasi apakah setiap proses upload harus melalui proses
rekon dan approval dari KPPN terkait data non-LRA dan non-kas terutama pada
saat penyusunan LK Tahunan)
g.
UAPPA-W/UAPPA-E1/UAPA dapat memonitor pelaksanaan
rekonsiliasi pada Satker di wilayah kerjanya
§ Penerapan pertama kali amortisasi Aset Tak Berwujud sesuai amanat PMK
251/PMK.06/2015
§ Penyempurnaan aplikasi SIMAK-BMN terkait koreksi
nilai penyusutan (koreksut)
§ Penerapan PSAP 13 ttg Penyajian Laporan Keuangan BLU
(PMK 217/PMK.05/2015), namun pada saat ini belum dilakukan revisi PP 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan BLU yang mengamanatkan
Satker BLU menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan atau Standar Akuntansi Industri yang Spesifik
§ Optimalisasi Telaah Laporan Keuangan pada setiap
tingkatan unit akuntansi untuk meningkatkan kualitas penyajian LKKL
§ Piloting aplikasi
SAKTI yang dilaksanakan secara paralel
dengan aplikasi existing (PMK 223/PMK.05/2015), untuk tahap awal
direncanakan lingkup Kemenkeu (DJPB)
Bapak, Ibu hadirin yang berbahagia
Kami
berharap bahwa, kegiatan diklat ini dapat menjadi sarana
silaturahmi antara jajaran teman-teman lingkup Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Riau,
Bengkulu, Jambi, dan kepulauan Riau memperlancar koordinasi dan komunikasi khususnya dalam pelaksanaan pendampingan dan kendala didaerah
masing-masing.
Pada
Akhirnya saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang telah hadir
pada acara diklat ini, semoga acara kita ini mendapat ridho dari Allah SWT dan Bapak/
Ibu peserta diklat dapat mengikuti kegiatan dari awal hingga berakhirnya acara.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar