Pembelaan
Sultan Hamid II
Sangat
tragis, lupakanlah kalau Sultan Hamid II masih menyanggah tidak bersalah. Sultan
Hamid II memiliki jasa besar dalam perundingan KMB dan lainnya. Kalau Sultan
hamid II diangkat sebagai pahlawan, Pleidoi
Sultan Hamid II dibawah ini akan menjadi naskah sejarah penting dalam pergulatan
penghianatan dan intrik yang sangat satire.
Dengan
keadannya yang anomali oleh beberapa orang antara Sultan dan penghianat, Sultan
Hamid II menyatakan:
…Akan
tetapi, usaha apa yang harus saya jalankan sebagai Menteri Negara, yang tak
mempunyai tugas yang tertentu. Sekali-kali saya mau turut campur untuk
memecahkan soal ketentaraan dengan sebaik-baiknya, yang demikian itu tidak
dapat penghargaan, bahkan dikatakan, bahwa saya usah turut campur dalam urusan
orang lain.
Tidak satu
kali saja, akan tetapi berkali-kali saya mempersoalkan keadaan dalam negeri
dengan kawan-kawan Menteri Negara lainnya.
Apakah yang
harus saya kerjakan? Tindakan apakah yang saya dapat ambil?
Sebagai
Menteri Negara saya hanya diserahi tugas menyiapkan gedung parlemen dan
membikin rencana buat Lambang Negara. Sampai saya ditangkap dan kemudian
ditahan tak ada lain tugas saya!
Dengan terus
terang saya dapat mengatakan di sini, bahwa saya sebagai Menteri Negara makan
gaji buta sebesar Rp. 1.000 sebulan.
Ada
pula pekerjaan saya yang dengan kemauan saya sendiri saya kerjakan, ialah
mengatur (inrichten) rumah-rumah
menteri-menteri. Meskipun Bung Hatta menyatakan keberatannya, bahwa saya
mengerjakan itu, akan tetapi pekerjaan saya teruskan. Saya toh harus bekerja
buat Rp. 1.000 sebulan itu!
Saudara
Ketua,
Dengan
gambaran kedudukan dan tugas saya sebagai menteri negara di atas, sekali lagi
saya bertanya, Berdaya apakah saya untuk turut serta mengatasi
kesukaran-kesukaran dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh negara dan
pemerintah?
Dan di akhir
pembelaannya, setelah dengan panjang lebar menjelaskan betapa pelik dan silang
sengkarutnya situasi dan kondisi yang menimpanya saat itu, Sultan Hamid II pun
dengan ketegasan yang tetap dibalut kerendahan hatinya, menyatakan:
Saudara
Ketua,
Saya akhiri
pembelaan saya dengan menyatakan, bahwa saya tetap merasa berbahagia sebagai
putera Indonesia, yang telah mendapat kehormatan sebesar-besarnya untuk dapat
turut serta di dalam perjuangan mencapai kemerdekaan bagi nusa dan bangsa.
Bagaimanapun
bunyinya putusan Mahkamah Agung nanti, apakah saya akan bebas ataupun akan
dijatuhi hukuman, tenaga saya tetap saya sediakan, apabila kelak negara
membutuhkannya.
Saudara
Ketua,
Dengan
uraian-uraian di atas, nasib saya sekarang saya serahkan kepada Mahkamah Agung
dengan penuh kepercayaan.
Terima
kasih!
Jakarta, 25
Maret 1953.
Sultan Hamid
II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar