Gerak Langkah Chairul Saleh Dikala Mudanya
Kadang Pak lung ( sebutan ( ibu ) Tati Murtasih pada (
kakek ) Chaerul Saleh, berkata sambil bercanda,"Cium ketek uda." (
Maksudnya lihat hasil kerjanya; Dr. Chaerul Saleh di kenal sebagai pekerja yang
giat sejak beraktifitas di organisasi kepemudaan hingga sebagai pejabat
pemerintah, dari sebagai Komite van Aksi, Barisan Sukarni,Barisan Pelopor,
Laskar Rakyat Djakarta Raya, API/Angkatan Pemuda Indonesia, hingga meluluskan
kuliah Sarjana Doktornya, pendiri/ketua partai MURBA (Musyawarah Baroe), dan
sejak di angkat sebagai Menteri Pembangunan Kabinet Juanda oleh Presiden
Soekarno, pendiri /dirut pertama Pt. Krakatau Steel, perintis pembangunan jalur
irigasi di Puncak, Jawa Barat, Waperdam III Kabinet Revolusi; PM Dr. Sjahrir,
Waperdam I Dr. Soebandrio, Waperdam II Dr. Leimena, Waperdam III Dr. Chaerul
Saleh).
Semasa
kemahasiswaan, Chairul untuk kali pertama jalin kontak dengan Mr Muhammad
Yamin, yang kala itu sudah dikenal reputasinya sebagai pencetus dan salah seorang
motor penggerak Kongres Pemuda 1928, yang bermuara pada lahirnya Ikrar Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928. Bersama beberapa teman seangkatannya, Chairul sering
bertandang ke rumah Yamin di Pecenongan, Jakarta Pusat, untuk berdiskusi
mengenai bagaimana agar bangsa pribumi bisa lepas dari belenggu penjajahan
Belanda. Sedemikian kagumnya dengan Yamin, Chairul bolos kuliah hanya untuk
menyimak pidato-pidato Yamin di beberapa forum pertemuan.
Melalui
pergaulan di dunia peguruan tinggi inilah Chairul Saleh terasah hasrat
sejatinya sebagai aktivis pergerakan. Pada 1940, semasa masih getol-getolnya
menempuh studi ilmu hukum, Chairul mulai berkibar reputasinya sebagai
aktivis pergerakan pemuda dengan terpilih sebagai Ketua Persatuan Pemuda
Pelajar Indonesia (PPPI) antara 1940-1942.
Melalui
kiprahnya di beberapa organ pergerakan pemuda ini, Chairul Saleh kemudian
dikenal sebagai salah satu motor penggerak para pemuda yang bermarkas di Jalan
Menteng Raya 31. Di sinilah basis pergerakan pemuda yang mana Chairul Saleh,
Adam Malik, Wikana, dan Sukarni kemudian menjadi elemen kepemudaan yang
mendesak Bung Karno dan Bung Hatta menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
secepat-cepatnya sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu, atau tepat pada saat
Jepang menyatakan secara resmi menyerah kepada kepada tentara sekutu.
Chairul Saleh
menggerakkan massa pemuda pelajar untuk mematangkan situasi, sedang Sukarni
menggerakkan para perwira Peta untuk mengamankan Sukarno dan Hatta ke
Rengasdengklok. Otak penculikan Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok adalah
mereka berdua. Ia menculik soekarno dan Hatta dalam Peristiwa
Rengasdengklok. Mereka menuntut agar kedua tokoh ini segera membacakan
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Sukarni dan
Chairul menawarkan teks proklamasi sebagai berikut, “Bahwa dengan ini
menyatakan kemerdekaannya. Segala badan-badan pemerintah yang ada harus
direbut oleh rakyat, dari orang-orang asing yang masih mempertahankannya.”
Teks ini tak memuaskan Sukarno-Hatta. Sayuti Malik yang mengetik naskah itu dan akhirnya teksnya menjadi:“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Chairul dan Sukarni ingin perebutan total kemerdekaan oleh rakyat namun Soekarno mempertimbangkan reaksi Jepang bila hal itu dilakukan. Tak hanya soal paragraf proklamasi yang jadi perdebatan, namun juga siapa yang akan menandatangani teks proklamasi.
Untuk penandatanganan, Chairul Saleh, sesuai rapat sebelumnya di Manggarai menunjuk enam namauntuk menandatangani, namun rapat proklamasi menghendaki semua yang hadir untuk tandatangan. Sukarni keberatan mencampurkan enam orang tadi dengan mereka yang namanya berhubungan denganJepang. Ia lantas mengusulkan Sukarno-Hatta untuk menandatangani. Usul ini yang dipakai.
Teks ini tak memuaskan Sukarno-Hatta. Sayuti Malik yang mengetik naskah itu dan akhirnya teksnya menjadi:“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Chairul dan Sukarni ingin perebutan total kemerdekaan oleh rakyat namun Soekarno mempertimbangkan reaksi Jepang bila hal itu dilakukan. Tak hanya soal paragraf proklamasi yang jadi perdebatan, namun juga siapa yang akan menandatangani teks proklamasi.
Untuk penandatanganan, Chairul Saleh, sesuai rapat sebelumnya di Manggarai menunjuk enam namauntuk menandatangani, namun rapat proklamasi menghendaki semua yang hadir untuk tandatangan. Sukarni keberatan mencampurkan enam orang tadi dengan mereka yang namanya berhubungan denganJepang. Ia lantas mengusulkan Sukarno-Hatta untuk menandatangani. Usul ini yang dipakai.
Pada tahun
1946, Chaerul bergabung dengan Persatuan Perjuangan pimpinan Tan Malaka.
Kelompok ini menuntut kemerdekaan 100% dan berdiri sebagai pihak oposisi
pemerintah. Oleh karenanya pada tanggal 17 Maret 1946, beberapa tokoh kelompok
ini ditangkap termasuk diantaranya Chaerul. Pada tanggal 6 Juli 1948, Tan
Malaka mendirikan Gerakan Rakyat Revolusioner dan menunjuk Chaerul Saleh sebagai
sekretaris pergerakan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar