Mereka….Para Wanita Inspirasi
Puisi Chairil Anwar
Di antara puisi-puisinya, terselip nama-nama perempuan
yang menjadi persembahan bagi karyanya. Siapa saja mereka?
Ida Nasution
Nama Ida terdapat dalam beberapa puisi Chairil. Jika melihat kronologi
waktu pada puisinya, nama Ida pertama kali muncul dalam puisi berjudul Ajakan
pada Februari 1943. "Ida.
Menembus sudah caya/Udara tebal kabut/Kaca hitam lumut/Pecah pencar
sekarang," bunyi baris pertama puisi itu. Ida Nasution adalah seorang esais dan penerjemah yang juga mengelola ruang
kebudayaan Gelanggang di Majalah Siasat bersama Chairil.
Ida, perempuan kelahiran 1924 ini, dikenal sebagai
penerjemah yang handal. Di antara terjemahannya adalah Pemenang atau Les
Conquerents karya Andre Gide dan dimuat oleh Majalah Pembangunan. Selain dalam puisi Ajakan, Ida disebut oleh Chairil dalam Bercerai (7
Juni 1943), Merdeka (14 Juli 1943), dan Selama Bulan Menyinari
Dadanya (1948). Tak hanya dalam
puisi, nama Ida pun disebut Chairil dalam pidato yang dibuat pada 1943 untuk
dibacakan di muka Angkatan Baru Pusat Kebudayaan pada 7 Juli 1943.
Apakah ungkapan cinta Chairil berbalas? Sayangnya
tidak. Ida, kepada HB Jassin, menyebut Chairil sebagai "binatang
jalang" sesungguhnya. "Apa yang bisa diharapkan dari manusia yang
tidak karuan itu?" ujar Ida kepada Jassin kala itu. Nasib Ida berkahir
tragis. Pada tahun 1948, di usia 24 tahun, ia hilang tanpa bekas dalam
perjalanan naik mobil dari Jakarta ke Bogor. Atas tragedi tersebut, Chairil
menuliskan, ini tempat terikat pada Ida dan ini ruangan "pas
bebas"/Selama bulan menyinari dadanya jadi pualam/ranjang padang putih
tiada batas.
Sri Ajati
Puisi berjudul Hampa dipersembahkan kepada
Sri yang selalu sangsi ini bertanggal Maret 1943. Chairil tahu perasaannya
tak akan terbalas karena Sri telah memiliki tunangan seorang dokter bernama
Soeparsono. Sri berkenalan dengan Chairil pada 1942. Ketika berkuliah di de
Faculteit der Oorsterse Letteren en Wijsbergeerte --yang kini menjadi
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Sri terpaksa menganggur
karena Jepang menutup semua sekolah.
Sri menjadi penyiar radio Jepang, Jakarta Hoso Kyokam.
Di situlah Sri bertemu Chairil. Kecantikan Sri yang menarik pandang mata
Chairil diceritakan Alwi Shahab, wartawan senior Republika. Ibu Sri
masih terlihat rupawan meski sudah menginjak kepala sembilan." Sri wafat
pada 30 Desember 2009.
Dien Tamaela
Dien Tamaela diperkenalkan pada Chairil oleh Des Alwi,
putra dari Sutan Sjahrir, ketika Chairil menumpang di rumah Sjahrir tahun 1942.
Mereka bertiga lantas menjadi sahabat baik karena rumah Dien tak berjarak jauh
dari rumah Sjahrir.
Dien, putri asal Maluku kelahiran 1923 ini,
ditinggalkan ayahnya sejak berumur 15 tahun. Sebagai seorang Maluku yang
tinggal di Batavia, Dien harus menghadapi berbagai kecurigaan dari suku lain. Des
Alwi dalam Friends and Exiles menyebut Chairil dan Dien seperti
kakak-adik.
Beta Pattiradjawane/Yang dijaga datau-datu/Cuma satu merupakan
salah satu penggalan lirik dari Chairil dalam puisi Cerita buat Dien Tamaela.
Pattirawadjawane merupakan nama belakang ibu Dien Tamaela.
Dien meninggal di usia 25 tahun akibat tuberkulosis
pada 8 Agustus 1948.
Gadis Rasid
Gadis Rasid, wartawan asal Sumatera kelahiran 1923 ini
dikenal ulet dan gigih. Begitu kagumnya Chairil pada Gadis hingga
mempersembahkan satu puisi berjudul Buat Gadis Rasid pada 1948. Gadis
pernah berkarier sebagai reporter surat kabar di Negeri Belanda, Nieuwe
Rotterdamse Courant (NRC). Kemudian ia menjadi wartawan di koran Pedoman
sejak akhir 1940-a.
Pada tahun 1950-an, Gadis menjadi anggota dewan
redaksi Majalah Siasat yang dipimpin oleh Rosihan Anwar dan Soedjatmoko. Dari
situlah kekaguman Chairil muncul. Namun Gadis menikah dengan Henk J. Rondonuwu
dan dianugerahi seorang anak perempuan bernama Ratna Irma. Meski kemudian
bercerai, Gadis memilih tetap menjanda hingga ajal menjemputnya pada 1988 pada
tanggal yang sama dengan kematian Chairil, 28 April.
Tuti Artic
Tidak diketahui nama sebenarnya, namun puisi Tuti
Artic dicipta Chairil pada 1947. Pergaulan Chairil yang luas membuat dia
banyak berkenalan dengan pelajar-pelajar sekolah MULO, HBS, atau AMS. Antara
bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga, Adikku yang lagi keenakan menjilat
es artic; Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola. Isteriku dalam
latihan: kita hentikan jam berdetik. Banyak orang berpendapat, Tuti
hanyalah cinta sesaat Chairil.
Karinah Moordjono
Karinah adalah putri seorang dokter di Medan. Jalinan
kisah antara Chairil dan Karinah mungkin hanya mereka saja yang tahu. Puisi
persembahan untuk Karinah berjudul Kenangan yang digubah pada 1943, berbunyi, Halus
rapuh ini jalinan kenang/Hancur hilang belum dipegang/Terhentak/Kembali di
itu-itu saja.
Barangkali Karinah adalah kasih tak sampai Chairil
atau sekadar cinta monyet di masa muda sebelum Chairil hijrah ke ibu kota.
Sumirat
Mirat tak sengaja bertemu Chairil di pantai Cilincing
ketika Chairil duduk tenggelam dalam sebuah buku.
"Sikap masa bodonya terhadap keramaian yang
membuatku tertarik," cerita Mirat mengenang awal pertemuan mereka. Mirat
yang seorang pelukis jatuh cinta pada Chairil sang penyair. Namun hubungan ini
ternyata mencemaskan orang tua Mirat.
Mirat dipanggil pulang ke Paron, desa kecil di
perbatasan Solo dan Madiun. Chairil sempat menyusul Mirat, namun penolakan
secara halus terpaksa diterima oleh Chairil. "Anak cari kerja dulu yang
baik dan tetap, nanti kita bicarakan lagi," jawab orang tua Mirat pada
Chairil.
Hapsah Wiriaredja
"H, Aku berada di kamarku sendiri. Terasa
sendiri/dengan buku-bukuku lagi ketika sebelum kawin dengan kau.." Fragmen yang
belum usai itu ditulis Chairil untuk Hapsah, perempuan yang dinikahinya pada 6
September 1946. Dalam buku Nasjah Djamin, Hari-hari Akhir si Penyair,
Chairil meluapkan kerinduannya pada Hapsah setelah mereka berpisah.
Hapsah, perempuan kelahiran Sukabumi pada 11 Mei 1922,
menikah dengan Chairil setelah tiga bulan berkenalan. Mereka dikaruniai putri bernama
Evawani Alissa pada 17 Juni 1947.
Namun kelahiran putri mereka tak bisa menyelamatkan
keretakan rumah tangga Chairil dan Hapsah yang berakar pada persoalan ekonomi.
Sumber :
http://penyair.wordpress.com/2007/02/05/biografi-chairil-anwar-1922-1949/
http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar
http://www.eramuslim.net/?buka=show_biografi&id=19
http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar
http://www.eramuslim.net/?buka=show_biografi&id=19
as-was.com/2013/12/kumpulan-puisi-chairil-anwar-lengkap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar