Ketika Bengkulu menyapa
Ratu Intan ataupun Top adalah temanku di akhir pekan untuk
menyusuri Bengkulu, Curup, Lubuk Linggau, Sekayu, dan Palembang. Nyiur jalanan Provinsi ini merupakan jalanan
yang aku lewati dengan riangnya
Awal Januri 2008, Kamis siang, saya menginjakkan kaki
pertama kali di kota Bengkulu. Bandara Fatmawati merupakan bandara provinsi
Kota Bengkulu. Arif sudah menunggu di teras bandara dengan tatanan model
“rasta”nya. Berkendara vespa biru px nya, kami menyusuri jalan menuju kantor
kami di km 7,5. Saat itulah aku baru merasakan sentuhan melayu. Dimana-mana
restoran padang, eh maaf restoran berbentuk restoran padang, menghiasi tiap
sudut kota.
Bengkulu memang memiliki latar belakang yang panjang.
Bengkulu pernah dijajah Inggris, Belanda, dan Jepang. Benteng pinggir pantai
saat ini merupakan penanda kegagahan kota Bengkulu. Benteng Marlborough yang
kokoh merupakahn benteng buatan Inggris. Tidak jauh dari benteng berdiri
perkampungan china atau lebih dikenal dengan pecinan. Pecinan di kota Bengkulu
ini berjajar toko-toko dengan ornament yang sudah lama. Saya terkesan berjalan
diantara kota pecinan jaman dulu. Masjid buatan mantan presiden RI pertama
menghiasi kota ini. Masjid yang terletak ditengah jalan dan berdiri megah
dengan ornament lama. Masjid Sukarno, saya sering bilang menjulang anggun,
meskipun tidak ada kesan mewahnya.
Tak jauh dari masjid bikinan
Soekarno, rumah buangan Soekarno masih berdiri dengan cantiknya. Saya
senang menyambangi rumah ini, cukup dengan uang lima ribu rupiah saat itu, saya
bisa memuaskan diri menikmati rumah tua seharian sembari bermimpi memiliki
rumah berarsitektur “jadul”. Mata saya sangat hijau, tak jemu-jemu memandang
“pit onthel”nya. Sepeda itu menurutku sangat cantik. Poto Soekarno yang
membonceng fatmawati membuatku sangat menginginkan sepeda onthel itu. Terlalu
naïf sih, membayangkan naik sepeda onthel bersama istriku, belum tentu juga
istriku mau naik sepeda onthel, hahahaha. Beranjak ke rak buku buku tua (saya
yakin buku tersebut pasti sudah diangkut pak Karno sebagian), dengan kursi tamu
tua disampingnya. Indah membaca buku disertai indahnya cuaca dan derik kursi
tua. Kamar Soekarno merupakan suatu bilik kamar tua dengan ciri khas kelambu.
Kamar dengan jendela besar. Tidak perlu menutup jendela, tutup saja kelambunya.
Tidur pulaslah kita.
Beda satu blok dengan rumah Soekarno, berdiri pula rumah ibu
fatmawati. Mungkin rumah ini sudah replica, rumah berbentuk rumah khas Bengkulu
ini memiliki daya tarik tersendiri. Inilah awal mula saya menyukai bentuk rumah
adat model sumatera. Rumah dengan bilik-bilik sederhana berbahan dasar kayu.
Nuansa adem terasa ketika kita memasuki rumah bu fatmawati. Sayangnya rumah
tersebut kurang terawat, tidak seperti
rumah soekarno.
Sepanjang pantai panjang merupakan pesona tersendiri bagi
Bengkulu. Pantai yang memiliki potensi tsunami ini tetap ramai dikunjungi
setiap sabtu sore dan minggu pagi. Petunjuk jalan evakuasi tsunami menjadi
gambaran umum dipantai tersebut. Angin kencang dan rentetan penjual kelapa muda
menjadi gambaran umum yang sulit untuk dilupakan.
Makam sentot, menjadi pesona lain dari Bengkulu. Makam yang
berada tak jauh dari Masjidnya Soekarno ini memiliki akar kuat perkembangan
islam di kota Bengkulu. Bengkulu dalam budaya islam mengenal tarekat tarekat. Muhammadiyah
pun memiliki peran besar di Bengkulu. Masjid diatas kompleks ruko S. Parman ini
merupakan konsep masjid pertama di Indonesia yang meletakkan tanah wakaf
sebagai usaha. Pergerakan ini membuat lahan masjid juga menghasilkan uang untuk
kemajuan umat.
Mengakhiri hari memang menyenangkan dengan berduduk
lama-lama di pantai tapak paderi. Pantai yang berada disepanjang pantai panjang
ini memang ombaknya lebih ramah, berbagai ajang permainan untuk anak-anakpun
tersaji. Untuk keluarga, menunggu maghrib sembari menyeruput teh panas dan
jagung bakar serasa menikmati dunia yang belum beranjak tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar