Jaminan Opini
Dari BPK
Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Perwakilan
Provinsi Riau untuk tahun 2017 atas 13 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2017 menunjukan
bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang memperoleh
opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
terdapat 12 Pemerintah Daerah dan 1 Pemerintah Daerah mendapat
opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Pemerintah pada
2004 pertama kali menyusun laporan keuangan. Pada tahun tersebut belum dibuat standar
laporan keuangan bagi pemerintah. Saat itu, bahan laporan adalah perhitungan
anggaran, neraca belum menjadiitem wajib dalam laporan. Pemerintah hanya
melaporkan penerimaan dan belanja pemerintah.
Kriteria opini
merupakan hak BPK. Kriteria tersebut dibuat
dengan mendasarkan pada
kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, efektivitas penilaian internal,
kecukupan pengungkapan informasi, dan kepatuhan pada peraturan
perundang-undangan. Selama
empat kriteria ini dipenuhi oleh auditee, BPK akan memberikan opini WTP kepada pemerintah pusat,
kementerian/lembaga (K/L), dan Pemerintah daerah. Penyusunan laporan keuangan oleh pemerintah pusat, K/L, dan
pemerintah daerah adalah kewajiban yang harus dipenuhi, karena penyusunan laporan
keuangan adalah
amanat undang-undang. Laporan keuangan harus disampaikan ke BPK untuk dilakukan pemeriksaan dan diberikan opini. Setidaknya 4 kriteria yang
telah ditetapkan oleh BPK dalam melakukan audit atas LKPP. Pertama adalah laporan keuangan
harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan, kedua mengenai kelengkapan bukti
yang memadai, ketiga
Pengendalian intern harus baik, dan yang keempat penyusunan harus sesuai undang-undang.
Opini WTP
merupakan penilaian tentang informasi kewajaran pada laporan keuangan. BPK
menetapkan kriteria-kriteria untuk bisa mencapai predikat tersebut. Kementerian
Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri melakukan pembinaan kepada Pemerintah
Daerah (Pemda) agar mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam
laporan keuangannya.
Pemda
inginkan opini WTP dan untuk memperoleh opini tersebut, pemda selalu melakukan
perubahan yakni meningkatkan kualitas sumber daya serta mengevaluasi kinerja
akuntansi dan pelaporan keuangannya ataupun bekerja sama dengan konsultan dari Pemerintah
(Kementerian Keuangan atau BPKP) dan pihak ketiga (swasta).
BPK memberi
penekanan pada pentingnya suatu entitas mendapat opini WTP, baik kementerian
atau lembaga maupun pemerintah daerah dan badan lainnya. opini WTP merupakan
penilaian tertinggi atas kualitas pengelolaan keuangan negara. Opini WTP
menjamin bahwa informasi keuangan telah wajar disajikan sesuai standar
akuntansi pemerintahan.
Jenis-jenis
opini yang diberikan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah adalah Wajar
Tanpa Pengecualian, Wajar Dengan Pengecualian, tidak Wajar, dan Tidak
Memberikan Pendapat.
Opini
Wajar Tanpa Pengecualian/WTP (Unqualified
Opinion) adalah opini audit yang akan dikeluarkan apabila laporan keuangan
dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material. Apabila laporan keuangan mendapat opini WTP,
auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, auditee telah
menyajikan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum (PABU) dan tidak terdapat salah saji meterial, yang dapat mempengaruhi
laporan keuangan.
Opini
Wajar Dengan Pengecualian/WDP (Qualified
Opinion) adalah opini audit yang dikeluarkan apabila sebagian besar
informasi dalam laporan keuangan bebas dari salah saji material, kecuali untuk
item tertentu yang menjadi pengecualian. Sebagian akuntan memberikan nama lain
dengan little adverse (ketidakwajaran
yang kecil) terhadap opini WDP. Opini ini untuk menunjukkan adanya
ketidakwajaran dalam item tertentu namun tidak mempengaruhi kewajaran laporan
keuangan secara keseluruhan. Jika opini WDP disematkan, auditor harus
menjelaskan alasan pengecualian dalam laporan auditnya.
Opini
Tidak Wajar (Adverse Opinion) merupakan
opini audit yang dikeluarkan apabila laporan keuangan mengandung salah saji
material, atau dengan laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya. Jika laporan keuangan
mendapatkan opini Tidak Wajar, auditor meyakini laporan keuangan auditee tidak
disajikan secara wajar sesuai dengan PABU, sehingga bisa menyesatkan pengguna
laporan keuangan dalam pengambilan keputusan.
Auditor harus menjelaskan alasan pendukung pendapat tidak wajar, dan
dampak utama yang disebabkan oleh ketidakwajaran tersebut
Tidak
Memberikan Pendapat (Disclaimer),
merupakan opini keempat. Bagi sebagian akuntan, opini Tidak Memberikan Pendapat
ini bukanlah suatu opini, sebagian akuntan berpendapat apabila auditor tidak
memberikan pendapat artinya auditor tidak dapat memberikan pendapat atas
laporan keuangan tersebut. Opini Tidak Memberikan Pendapat dikeluarkan apabila
auditor tidak bisa meyakini apakah laporan keuangan wajar atau tidak. Opini akan
muncul apabila auditor merasa ada ruang lingkup audit yang dibatasi secara
material oleh auditee (auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti audit yang
dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan memberikan opini).
Bagi beberapa
entitas yang belum memahami perihal kriteria pemberian opini, predikat dapat
menjadi pencitraan positif, sistem pemerintahan telah dikelola secara akuntabel
diharapkan terbebas dari korupsi.
Pemberian
opini merupakan bentuk apresiasi BPK atas hasil pemeriksaan laporan keuangan.
Laporan keuangan yang disusun oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah
merupakan media akuntabilitas keuangan yang disajikan sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
Pemerintah
daerah dalam menyusun laporan keuangan memerlukan ekstra tenaga. Kelemahan
sistem pengendalian internal dan sdm yang memahami akuntansi pemerintahan menjadi
masalah lain tersendiri. Permasalahan di pemda menjadi semakin ruwet ketika
masuk kepentingan politik legislatif dan eksekutif dalam penggunaan anggaran.
Kepentingan tersebut terkadang tidak melihat aturan yang telah ditetapkan. Dengan
tekanan itu, laporan keuangan harus tetap disajikan secara akuntabel. Hal ini
merupakan pr terberat pemda khususnya pada BPKAD sebagai penyusun laporan.
Permasalahan
yang seringkali muncul sehingga belum diperolehnya opini WTP berdatagan
berbagai jenis. Khusus LKPD, masih berkutat dengan pengelolaan kas, persediaan,
investasi permanen dan nonpermanen, serta pengelolaan aset tetap yang belum
akuntabel.
Permasalahan
aset tetap Pemerintah Daerah umumnya terkait barang milik daerah (BMD) tidak
dicatat, BMD yang tidak ada (dicatat dalam laporan), BMD dicatat tapi tidak
didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah.
Penerapan
SAP sampai memperoleh opini BPK merupakan suatu rangkaian proses cukup panjang. Pemberian opini atas kewajaran
laporan keuangan dilakukan berdasarkan pada kesesuaian dengan SAP, pengungkapan
yang cukup, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas
sistem pengendalian intern.
Pasal-pasal
dalam SAP yang digunakan sebagai kriteria penentu pemberian opini harus
dipahami sebagai satu kesatuan yang utuh dengan mempertimbangkan karakteristik
kualitatif laporan keuangan sebagai prasyarat normatif yaitu relevan, andal,
dapat dibandingkan, dan dapat dipahami. Tidak ada rumusan yang pasti, dengan tingkat
kesalahan tertentu akan memperoleh opini wajar
dengan pengecualian (WDP) atau sebaliknya pada tingkatan lainnya
akan memperoleh WTP. Dengan atau tanpa pengecualian ini bisa menjadi perdebatan
panjang, pertimbangan kualitatif yang dipengaruhi unsur subyektifitas auditor dengan
berdasarkan pada professional
judgment.
Professional
judgment (dalam hal ini judgment auditor BPK) bisa menjadi titik
pemisah yang kuat, pada saat kompetensinya tidak memenuhi standar yang
disyaratkan. Kompetensi dalam memahami permasalahan pengelolaan keuangan
negara/daerah menjadi penting, agar aturan mampu ditafsirkan dalam substansi
bahasa yang sama dengan penyaji laporan keuangan (auditan).
Pengalaman
sangat berperan dalam menentukan judgment
untuk mempersempit perbedaan asumsi. Dalam laporan keuangan dikenal
istilah kewajaran penyajian informasi keuangan yang berarti tidak mutlak.
Pencegahan
praktik korupsi tidak dapat
dikesampingkan dari peran BPK. Dari
hasil pemeriksaan BPK
bisa memberikan rekomendasi yang mengarah pada perbaikan sistem dan bukan hanya
mengungkap kerugian negara. Kesalahan dapat diatasi dengan perbaikan sistem. Dengan pemeriksaan tahunan
yang dilakukan BPK, BPK
dapat memastikan bahwa perbaikan sistem atas rekomendasi yang diberikan
tahun-tahun sebelumnya telah ditindaklanjuti.
Tidak
dijamin auditee
bebas korupsi. Audit laporan keuangan yang dilakukan BPK hanya menilai
kewajaran berdasarkan PABU, dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi hanya
bisa dideteksi potensi kerugiannya. Mengenai benar atau tidak terjadinya
korupsi, harus dilakukan audit lanjutan yaitu audit investigasi. Perencanaan
korupsi yang bagus, auditor tidak dapat mendeteksinya dalam laporan
keuangan. Dalam dunia komersial, upaya memperbagus laporan keuangan
dikenal dengan istilah window
dressing.
Kedua,
Opini WTP harus dicapai dengan cara yang sesuai aturan hukum. Cara yang sesuai
aturan berat pada tahap awal. apabila SDM dan sistem sudah terbentuk,
pemerintah melanjutkan saja dengan biaya perawatan yang tidak akan semahal
biaya awal.
Opini WTP bukan sasaran utama. sasaran utama laporan
keuangan adalah kesejahteraan masyarakat. Akan menjadi sia-sia saja opini WTP yang didapat apabila masyarakat tidak sejahtera.
Opini audit yang
dikeluarkan oleh BPK atau badan berwenang lainnya merupakan bentuk dari pernyataan
tertulis auditor atas laporan keuangan yang diperiksa oleh mereka. Opini audit
bertujuan untuk meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan sudah dibuat dan
disusun berdasarkan standar akuntansi yang berlaku dan bebas dari salah saji
yang bersifat material.
Yang dimaksud disusun berdasarkan standar yang berlaku adalah laporan tersebut disusun sesuai
kaidah akuntani umum. Apabila
ada suatu pembelian printer
sebesar Rp 35
juta dan jika sesuai standar akuntansi pembelian tersebut harus dicatat sebagai
belanja pembelian printer,
maka sepanjang laporan keuangan pemerintah mencantumkan dalam bagian belanja
pembelian printer,
opini audit wajar tanpa pengecualian bisa diberikan. Opini ini tidak melihat
apakah nilai pembelanjaan tersebut wajar atau tidak. Hal tersebut akan
berbeda apabila yang dicantumkan adalah berbeda, seperti menjadi pembelian
komputer, hal tersebut akan mempengaruhi opini yang akan diberikan oleh BPK
kepada auditee.
Material yang dimaksudkan adalah
informasi yang berguna dalam mengambil
keputusan. apabila
laporan keuangan bebas dari salah saji yang bersifat material, tidak ada
informasi keuangan yang tidak disampaikan sehingga jika para pengambil keputusan
mendasarkan keputusan atas
laporan keuangan tersebut, maka keputusan yang diambil adalah benar.
Dalam pembahasan material, terdapat titik penting yang menentukan berapa batas
material yang dapat diterima oleh semua pihak. Nilai Rp 19 juta bisa berarti
material atau tidak material tergantung
dari sudut pandang mana kita memandang.
Bagi entitas
dengan aset dan penjualan yang melebihi Rp 2 triliun, nilai tersebut mungkin
tidak material namun bagi perusahaan dengan aset dan penjualan berkisar limabelasan juta, nilai tersebut sangat
material. Batas materialitas inilah merupakan professional judgement dari auditor.
Informasi
dalam laporan keuangan yang mendapatkan opini WTP masih memungkinkan mengandung kesalahan namun
kesalahan tersebut tidak mengakibatkan pengambilan keputusan berbeda. Opini WTP
yang diperoleh tidak
berarti laporan tersebut bersih
korupsi atau tidak ada window
dress
belanja atas laporan keuangan tersebut.
Masalah
Barang Milik Daerah tidak saja terletak pada laporan keuangan yang harus rapi
dan baik, juga perlu adanya dorongan kepada Pemerintah Daerah untuk memperkuat
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Barang Milik Daerah. Sehingga perlu ada
penataan effective local asset
management dengan baik. Untuk mendapatkan opini WTP, maka
perlu dipahami bahwa laporan keuangan harus jelas dengan memenuhi syarat-syarat
existence, completeness,
value, compiance,dan disclosure.
Mempertahankan
lebih sulit dari pada meraih opini WTP. Karena jenis pemeriksaan tiap tahun
selalu mengalami peningkatan. Diharapkan hasil pemeriksaan BPK dapat memberikan
manfaat bagi upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan daerah pada Pemerintah Daerah,” tuturnya.
Opini
WTP dari BPK merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran
laporan keuangan. Opini ini juga menunjukkan kredibilitas tertinggi dalam
pengelolaan keuangan negara.
Strategi
Pemerintah Daerah yang dibutuhkan untuk menuju WTP dan mempertahankannya adalah
dengan cara mengatasi masalah aset daerah (tertib hukum, fisik, dan
administrasi) dan keuangan (termasuk Piutang Daerah/BUMD). Hal ini dapat
dilakukan dengan memperbaiki SIMBADA/Laporan BMD serta SAK/LKPD dan untuk dapat
melakukannya, diperlukan peran Sumber Daya Manusia yang berkualitas,
profesional, dan berkompetensi sebagai pengelola, pengguna dan operator.
Benarkah WTP adalah stempel bebas korupsi? Jawabnya
tidak! Sebab, pemberian opini WTP sebenarnya hanyalah bentuk apresiasi atas
pemeriksaan laporan keuangan yang dinilai sesuai standar akuntansi pemerintahan
(Kompas, 14/9/2017; Sri Mulyani: WTP Tak Jamin Bebas Korupsi).
Penilaian BPK terhadap laporan
keuangan hanya menunjukkan pengelolaan, bukan penyimpangan. BPK hanya bermain pada tataran secara administratif bisa dipertanggungjawabkan,
tetapi tidak secara hukum. Karena, WTP tidak ditujukan secara
khusus untuk mendeteksi potensi korupsi.
Hadiyan
Lutfi/197901192000121002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar