Kimteng Diambil Dari Nama Pendiri Kedai Kopi Ini.
Tang Kim Teng lahir di sebuah rumah sederhana di
pinggir kota Singapura pada Maret 1921. Nama kecilnya A Ngau. Ayahnya bernama
Tang Lung Chiu dan Maknya Tan Mei Liang. Ia anak ketiga dari 5 bersaudara.
Leluhurnya berasal dari kampung Kwanchiu, Tiongkok. Kim Teng pernah tinggal di
Siak, Sungai Pakning, Bengkalis, dan Pekanbaru. Ia berasal dari keluarga amat
sederhana. Mereka pindah-pindah untuk mencari kehidupan lebih baik.
Ketika berusia 4 tahun, dari Singapura, Kim Teng bersama keluarganya pindah ke Pulau Padang, Bengkalis, Riau. Ayahnya jadi tukang masak camp di sana. Mereka pindah lagi ke daerah Siak Kecil, masih di Kabupaten Bengkalis. Di sini kerja Lung Chiu, ayahnya, serabutan. Tahun 1931, saat usia Kim Teng 10 tahun, keluarga putuskan pindah dari Siak Kecil ke Sungai Pakning. Di situ, mereka menumpang di sebuah rumah orang Tionghoa kaya dekat kantor Bea Cukai. Namanya Sun Hin atau biasa disapa ‘Toke Gemuk’. Di sini, profesi Lung Chiu sama dengan di Siak Kecil, kerja serabutan. Tahun 1934 mereka pindah lagi ke Pulau Bengkalis. Waktu itu usia Kim Teng 13 tahun. Mereka juga sewa rumah sederhana di Jalan Makau-sekarang Jalan Hokian. Di Bengkalis Lung Chiu jadi tukang masak di sebuah sekolah Tionghoa. Bagi Kim Teng, ayahnya seorang pekerja keras dan ulet.
Ketika berusia 4 tahun, dari Singapura, Kim Teng bersama keluarganya pindah ke Pulau Padang, Bengkalis, Riau. Ayahnya jadi tukang masak camp di sana. Mereka pindah lagi ke daerah Siak Kecil, masih di Kabupaten Bengkalis. Di sini kerja Lung Chiu, ayahnya, serabutan. Tahun 1931, saat usia Kim Teng 10 tahun, keluarga putuskan pindah dari Siak Kecil ke Sungai Pakning. Di situ, mereka menumpang di sebuah rumah orang Tionghoa kaya dekat kantor Bea Cukai. Namanya Sun Hin atau biasa disapa ‘Toke Gemuk’. Di sini, profesi Lung Chiu sama dengan di Siak Kecil, kerja serabutan. Tahun 1934 mereka pindah lagi ke Pulau Bengkalis. Waktu itu usia Kim Teng 13 tahun. Mereka juga sewa rumah sederhana di Jalan Makau-sekarang Jalan Hokian. Di Bengkalis Lung Chiu jadi tukang masak di sebuah sekolah Tionghoa. Bagi Kim Teng, ayahnya seorang pekerja keras dan ulet.
Tahun 1935 Kim Teng pindah ke Pekanbaru. Usianya saat
itu 14 tahun. Di Pekanbaru, ia tinggal bersama kakak keduanya, Tang Tjun Lan
dan abang iparnya (suami kakak kedua), Bok Tong An yang lebih dulu tinggal di
Pekanbaru. Kim Teng disekolahkan oleh abang iparnya. Ia bersekolah di Pek Eng,
sebuah sekolah Tionghoa milik Chung Hwa Chung Hui. Di sekolah ia belajar banyak
hal. Jiwa nasionalismenya mulai tumbuh ketika bersekolah.
Tahun 1939, Setelah empat tahun Kim Teng di Pekanbaru, keluarganya pindah ke Pekanbaru. Kepindahan ini membuat kondisi ekonomi mereka semakin sulit. Ini memaksa Kim Teng berhenti dari sekolah dan mulai cari kerja untuk bantu ekonomi keluarga. Ia jadi tukang jahit. Kemudian alih profesi jadi pedagang gula tebu dan gula kelapa. Saat itu masih musim penjajahan tentara Jepang. Tahun 1943, saat berusia 22 tahun, Kim Teng menikah dengan seorang gadis asal Dabo Singkep (Kepri) bernama Tjang Fei Poan. Dua tahun kemudian, putra pertama mereka bernama Kaliono Tenggana lahir. Kim Teng ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Ia bergabung di Resimen IV Riau bagian Siasat Perang dan Perbekalan pimpinan Hasan Basri. Tugas utamanya, memenuhi permintaan sejumlah barang perbekalan, terutama senjata, alat peledak, pakaian tentara, sepatu, obat-obatan, dan perbekalan lainnya.
Pada masa Agresi Belanda I lahir putra kedua Kim Teng dan Fei Poan, tahun 1947. Di tahun 1949, lahir putri ketiga, Liliana Tenggana. Kelahiran Liliana menjadi tanda Kim Teng menutup lembaran perjuangannya. Tahun 1949 pula, melalui Konferensi Meja Bundar, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.
Tahun 1939, Setelah empat tahun Kim Teng di Pekanbaru, keluarganya pindah ke Pekanbaru. Kepindahan ini membuat kondisi ekonomi mereka semakin sulit. Ini memaksa Kim Teng berhenti dari sekolah dan mulai cari kerja untuk bantu ekonomi keluarga. Ia jadi tukang jahit. Kemudian alih profesi jadi pedagang gula tebu dan gula kelapa. Saat itu masih musim penjajahan tentara Jepang. Tahun 1943, saat berusia 22 tahun, Kim Teng menikah dengan seorang gadis asal Dabo Singkep (Kepri) bernama Tjang Fei Poan. Dua tahun kemudian, putra pertama mereka bernama Kaliono Tenggana lahir. Kim Teng ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan. Ia bergabung di Resimen IV Riau bagian Siasat Perang dan Perbekalan pimpinan Hasan Basri. Tugas utamanya, memenuhi permintaan sejumlah barang perbekalan, terutama senjata, alat peledak, pakaian tentara, sepatu, obat-obatan, dan perbekalan lainnya.
Pada masa Agresi Belanda I lahir putra kedua Kim Teng dan Fei Poan, tahun 1947. Di tahun 1949, lahir putri ketiga, Liliana Tenggana. Kelahiran Liliana menjadi tanda Kim Teng menutup lembaran perjuangannya. Tahun 1949 pula, melalui Konferensi Meja Bundar, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.
Seperti John Lie, perwira Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) yang
juga seorang Tionghoa, Kim Teng berperan jadi penyelundup berbagai keperluan
perjuangan dengan kapalnya sendiri dari Singapura. Kim Teng bisa ikut berjuang
karena semangat dua sahabatnya, Tan Teng Hun sama Hasan Basri. Kurang lebih
sama kayak John Lie. Bedanya kalau John Lie memang bertugas di AL, Kim Teng di
bagian logistik, menyamar jadi pedagang biasa.
Kim Teng di bawah komando TKR Resimen IV/Riau pimpinan
Lettu RA Priodipuro, ditugasi sebagai kurir penyelundupan berbagai hal yang
diperlukan dalam perjuangan di Riau yang kala itu, masih jadi bagian Sumatera
Tengah. Awalnya Kim Teng kurang dipercaya orang lokal, karena dia bukan orang
Indonesia asli. Setelah yang melihat kegigihannya saat ikut bongkar muat
sendiri perlengkapan buat pejuang, pejuang lokal mulai percaya. Kim Teng
dijadikan kurir untuk menyelundupkan barang-barang dari Singapura. Tidak hanya
senjata, tapi juga bahan peledak, obat-obatan sampai seragam buat pejuang. Kim
Teng selalu lolos dari blokade laut Belanda lantaran disebutkan Kim Teng punya
kenalan di kantor perwakilan Belanda di Singapura. Patroli Belanda di Selat
Malaka sering dengan mudah ditembusnya berkat “bekal” surat jalan dari
kenalannya itu.
Seiring dengan penyerahan kedaulatan oleh Belanda
kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 1949, Kim Teng mendirikan kedai
kopi yang sering dijadikan tempat “reuni” para eks pejuang Resimen IV/Riau. Otomatis
Kim Teng menjadi veteran pejuang '45. Saat itu usianya 30 tahun dan harus
menghidupi seorang istri serta tiga anak. Ia cari akal. Kemudian dapat jalan
dengan membantu kakak keduanya, Tjun Lan, yang sudah lebih dulu buka usaha
kedai kopi di Pekanbaru. Usaha mereka terletak di Jalan Sago, di sebuah rumah
sewa berdinding papan beratap daun rumbia berlantai tanah. Kedai kopi itu
bernama ‘Kedai Kopi Yu Hun’. Kedai kopi umumnya dimiliki warga Tionghoa suku
Hailam. Konon, kopi orang Hailam lebih nikmat rasanya.
Kim Teng dan Fei Poan kembali dikaruniai dua anak perempuan. Satu lahir tahun 1951, yang satunya tahun 1953. Jadi mereka sudah punya 5 anak. Tahun 1955, kedai kopi Yu Hun pindah ke sekitar tepian Sungai Siak. Mereknya pun diganti menjadi 'Kedai Kopi Nirmala'. Usaha kedai kopi sempat mandek saat peristiwa pemulangan warga Tionghoa ke Tiongkok tahun 1959. Beruntung Kim Teng tak kena gusur ke Tiongkok. Setelah situasi reda, ia mulai buka usaha kedai kopi kembali. Namanya 'Kedai Kopi Segar'. Saat itulah Kim Teng dan istrinya kembali dikarunriai anak. Tahun 1955 lahir anak lelaki bernama Tang Kok Sun. Setahun berikutnya lahir anak perempuan bernama Tang Lie Lian. Lie Lian menjadi anak bungsu Kim Teng dan Fei Poan.
Kim Teng dan Fei Poan kembali dikaruniai dua anak perempuan. Satu lahir tahun 1951, yang satunya tahun 1953. Jadi mereka sudah punya 5 anak. Tahun 1955, kedai kopi Yu Hun pindah ke sekitar tepian Sungai Siak. Mereknya pun diganti menjadi 'Kedai Kopi Nirmala'. Usaha kedai kopi sempat mandek saat peristiwa pemulangan warga Tionghoa ke Tiongkok tahun 1959. Beruntung Kim Teng tak kena gusur ke Tiongkok. Setelah situasi reda, ia mulai buka usaha kedai kopi kembali. Namanya 'Kedai Kopi Segar'. Saat itulah Kim Teng dan istrinya kembali dikarunriai anak. Tahun 1955 lahir anak lelaki bernama Tang Kok Sun. Setahun berikutnya lahir anak perempuan bernama Tang Lie Lian. Lie Lian menjadi anak bungsu Kim Teng dan Fei Poan.
Kedai kopi makin berkembang. Tahun 2002, Kedai Kopi
Segar, yang lebih dikenal dengan nama 'Kedai Kopi Kimteng' dipindahkan ke Jalan
Senapelan. Sekitar
500 meter dari Pusat Pasar Bawah Pekanbaru. Kedai Kopi Kim Teng Jl.
Senampelan, Rumbai Pekanbaru – Riau.
Kedai kopi Kim
Teng melakukan
ekspansi, dengan membuka sejumlah cabang di beberapa tempat di Pekanbaru.
Kopi Kimteng sudah punya beberapa cabang di
Pekanbaru: Jalan Senapelan (pusat), Mall Ciputra Lantai 2, Mall SKA,
Perpustakaan Soeman HS Lantai Dasar, RS Awal Bros
Di kedai kopi yang buka saban
hari itu juga tersedia beragam menu lainnya, seperti bubur ayam, aneka mie,
beragam jus dan berbagai kuliner lainnya. Bagi warga Pekanbaru, Kedai kopi Kim Teng tentu tidak
asing untuk menjadi teman sarapan di pagi hari. Kedai Kopi Kim Teng buka
mulai pukul 07.00 sampai 15.00. Menu yang ditawarkan beragam. Antara lain; :
Roti Selai sari kaya, Mie Ikan, Mie Seafood Bihun Seafood, Sop Sefood, Sop
Daging, Soto Ayam, Soto Medan, Tang Hun Kepiting, Tang Hun Seafood, Bubur Ayam,
Lontong dan lainnya
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar