Kartu Kredit Corporate untuk
Pemerintah……. Why not?
Didalam dunia bisnis atau swasta atau kadang
kita sebut dengan private sector, apabila transaksi dapat dilakukan
lebih cepat itu akan menjadi semakin diinginkan. Kegiatan perputaran uang bagi
usaha menengah kebawah atau sering kita sebut dengan UMKM (Usaha Mikro Kecil
dan Menengah), tagihan yang dibayar lebih cepat dari tempo pembayaran akan
mempercepat perputaran uang untuk pergerakan modal. Hal yang sangat berbeda
apabila bertransaksi dengan Public Sector, cash flow akan sulit
terwujud karena adanya prosedur yang harus dilewati oleh instansi berkenaan.
Untuk mempercepat proses
pembayaran tersebut, muncullah metode Kartu Kredit Corporate yang
digagas oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan dengan
sebutan kartu kredit pemerintah (KKP). Bentuk dan fungsinya mirip dengan kartu
kredit biasa ataupun kartu kredit corporate. Satuan Kerja atau Instansi
yang akan membuat KKP sebelumnya melakukan perjanjian dengan bank pemerintah
mitra kerjanya (bank himbara) sebagai penjamin dan dikeluarkan kartu kredit
dengan limit sesuai perjanjian yang disepakati. Pihak mitra pihak instansi
berkenaan dilakukan edukasi untuk menyediakan atau menyiapkan mesin electronic data capture (EDC)
yang terhubung dengan bank penjamin yang mengeluarkan KKP instansi tersebut.
KKP adalah alat pembayaran
dengan kartu yang dapat digunakan atas pembayaran dengan dibebankan ke APBN
dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu diselesaikan terlebih dahulu oleh
Bank Penerbit kartu dan instansi berkenaan. Instansi kemudian diharuskan melunasi
pembayaran sesuai dengan pengeluaran yang dilakukan secara langsung atau lunas.
Pihak yang memiliki kuasa
memegang kartu kredit pemerintah adalah pejabat atau pegawai dalam Lingkungan
Satuan Kerja Kementerian/Lembaga dengan status sebagai pejabat negara, pegawai
negeri sipil, prajurit TNI, anggota kepolisian RI atau pegawai lainnya dalam
rangka melaksanakan kegiatan belanja menggunakan kartu kredit pemerintah dengan
ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
KKP adalah alat pembayaran dengan kartu yang
dapat digunakan untuk transaksi atas belanja yang dibebankan APBN, kewajiban
pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh bank penerbit Kartu
Kredit Pemerintah dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban
pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus. Kartu
Kredit Pemerintah merupakan Kartu Kredit Korporat (corporate card)
diterbitkan oleh Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah. Bank Penerbit Kartu
Kredit Pemerintah merupakan bank yang sama dengan tempat rekening Bendahara
Pengeluaran/ Bendahara Pengeluaran Pembantu dibuka. Yang harus menjadi catatan
adalah kantor pusat bank tersebut (saat ini masih bank yang tergabung dalam
himbara) telah melakukan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan. Hal yang berbeda dari kartu kredit personal
(perorangan) adalah penggunaannya yang tidak “terlalu” dibatasi. KKP memiliki
ciri khusus dalam pemakaiannya, hanya digunakan untuk belanja barang yang
dibiayai dengan Uang Persediaan,
hanya digunakan oleh pegawai yang telah ditentukan, dan hanya untuk membayar tagihan-tagihan
yang telah ditentukan.
Proses pemakaian Kartu Kredit Pemerintah diawali
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Bank dan instansi atau satuan kerja
(satker). Selesai penandatanganan akan terbit Kartu Kredit Pemerintah dari
pihak bank berkenaan. Instansi akan mendapatkan 1 (satu) atau 2 (dua) fungsi
kartu KKP. KKP yang didapatkan Kartu Kredit untuk Belanja Barang Operasional
Perkantoran serta Belanja Modal dan Kartu Kredit untuk belanja Perjalanan
Dinas. Jumlah fisik Kartu Kredit Pemerintah disesuaikan kebutuhan dan besaran uang
persediaan yang disetujui pihak bank pada KKP.
Ketika KKP sudah diterbitkan
pihak Bank Penerbit, pemegang kartu kredit dapat melakukan transaksi pembayaran
belanja Barang Operasional serta belanja modal seperti belanja barang habis
pakai, sewa, pemeliharaan maupun belanja perjalanan dinas jabatan seperti tiket
transportasi dan hotel. Belanja dapat dilakukan pada toko/merchant yang
menyediakan metode pembayaran dengan Kartu Kredit. Setelah transaksi
dilaksanakan, langkah selanjutnya mengumpulkan bukti tagihan/bukti lainnya yang
menunjukkan pengeluaran untuk dilakukan pengujian oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dalam hal penerbitan Perintah Bayar. Perintah Bayar selanjutnya
diverifikasi oleh Bendahara Pengeluaran sebagai pertanggungjawaban untuk menerbitkan
Surat Perintah Membayar (SPM) oleh instansi dan SP2D oleh KPPN dalam mekanisme
Penggantian Uang Persediaan (GUP). Bendahara Pengeluaran akan melakukan
pendebetan rekening atas tagihan Kartu Kredit Pemerintah.
Tujuan penggunaan KKP adalah:
1. Meminimalisir
uang cash dalam transaksi yang menggunakan APBN;
2. Lebih
aman dalam proses transaksi;
3. Menurunkan
resiko potensi fraud transaksi
non tunai, dan;
4.
Menjaga cost of fund/idle cash terhadap
penggunaan uang persediaan.
Penyebab penggunaan KKP masih rendah karena isu-isu:
1. Instansi
ada yang belum memiliki KKP;
2. Instansi
belum bertransaksi melalui KKP;
3. Sosialisasi
yang kurang ke instansi-instansi perihal KKP;
4. Perlunya
sosialisasi KKP kepada toko/merchant penyedia EDC;
5. Instansi
dalam lingkup wilayahnya tidak mendapatkan EDC untuk Kartu Kredit;
6. Transaksi marketplace lebih
terbiasa dengan transfer dibandingkan dilakukan menggunakan KKP;
7. Perpajakan
perlu dilakukan sosialisasi apabila dilakukan transaksi pada platform marketplace;
8. Asumsi
beberapa instansi perihal sulitnya pertanggungjawaban terkait penggunaan KKP;
9. Komunikasi
dengan pihak bank penerbit KKP;
10. Pengenaan
biaya (charge) di
beberapa toko/merchant ketika menggunakan KKP.
Pengenaan surcharge terhadap
transaksi KKP diatur melalui Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009
tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Pengenaan
surcharge dalam bertransaksi melalui KKP termasuk menyalahi aturan yang
berlaku. Sanksi pengenaan surchage oleh merchant/toko adalah penerbit
KKP harus menutup kerja sama dengan toko/merchant yang terbukti
menerapkan tindakan yang merugikan seperti pengenaan surcharge
pada KKP. Instansi agar secara pro aktif melaporkan merchant/toko
tersebut ke bank penerbit.
Implementasi KKP dapat memperkuat likuiditas
dan efisiensi kas negara. Uang negara yang berada di rekening kas bendahara saat
ini sangat besar. Uang di kas bendahara pengeluaran bersifat idle untuk
jangka waktu tertentu. Dana yang idle tersebut akan memberikan manfaat (add value) lewat
penempatan dana jangka pendek yang berisiko rendah di bank-bank anggota himbara.
Dalam hal ini, pengeluaran satker bisa dibayar melalui KKP.
Penulis : Hadiyan Lutfi SST.AK MBA
Penulis adalah ASN pada Kanwil DJPB Provinsi
Kalimantan Barat, Kementerian Keuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar