Franciscus
Xaverius Seda, Pahlawan Keuangan Indonesia
Ketika Bung Karno dibuang ke Flores pada tahun 1936,
ia mengunjungi sebuah SD di desa Ndao. Bung Karno terpukau mendengar kata
sambutan spontan oleh seorang murid berusia sepuluh tahun. Pidato bocah itu
disampaikan dalam bahasa Belanda yang sempurna dan isinya berbobot. Bocah cilik
itu adalah Frans Seda, yang kemudian menjadi menteri dan penasihat ekonomi
Presiden Soekarno. Lebih dari itu, Seda juga kemudian menjadi penasihat ekonomi
Presiden Soeharto, Habibi, Abdurrahman Wahid, dan Megawati.
Franciscus
Xaverius Seda lebih dikenal dengan panggilan Frans Seda dilahirkan di Maumere,
Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur, 4 Oktober 1926. Frans Seda
merupakan Anak pertama dari delapan bersaudara. Seorang anak guru dan petani
dari Lekebai, Kabupaten Sikka, Maumere, Flores, merantau untuk belajar di
Kolese van Lith (sekarang SMA Pangudi Luhur van Lith) di Muntilan, Magelang,
Jawa Tengah dan HBS (Hollandsche Burgerschool) di Surabaya. Sambil bersekolah di SMP, ia menjadi tukang
rumput, pengaduk makanan, dan pemerah susu pada sebuah peternakan di lereng
Gunung Merapi. Ia juga menjadi loper susu dan penagih rekening. Gelar
sarjana ekonomi diraih dari Katolieke Economische Hogeschool, Tilburg,
Nederland (1956) setelah mendapat beasiswa.
Dalam masa
perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ia aktif sebagai anggota Lasykar
KRIS (Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi) dan anggota Batalyon
Paraja/Lasykar Rakyat GRISK/TNI Masyarakat (1945-1950); dikirim Markas Besar
Biro Perjuangan di Yogyakarta ke Flores dan Surabaya; menjadi Ketua Pemuda
Indonesia di Surabaya; anggota Panitia Pembubaran Negara Jawa Timur dan DPR
Sementara Daerah Jawa Timur (RI) mewakili Pemuda; anggota Panitia Kongres
Pemuda di Surabaya; peserta Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia I di
Yogyakarta (1949-1950); anggota Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Nederland;
serta pendiri/pengurus Ikatan Mahasiswa Katolik Indonesia (IMKI) di Nederland
(1950-1956).
Setelah
Indonesia merdeka, jabatan tinggi di pemerintahan dipegangnya, seperti pada
masa Presiden Soekarno ia menjabat Menteri Perkebunan RI (1964-1966) pada usia
38 tahun dan selanjutnya menjadi Menteri Pertanian (1966). Kemudian pada masa
Presiden Soeharto, ia memegang jabatan Menteri Keuangan (1966-1968) dalam
keadaan keuangan Republik Indonesia di awal Orde Baru yang sangat tidak baik.
Prestasi Frans Seda yang layak diapresiasi pada masa ini adalah bahwa Frans
Seda mampu membawa ekonomi Indonesia ke arah yang lebih stabil setelah didera
inflasi hingga 650%, mengarahkan Indonesia kembali dalam pergaulan masyarakat
internasional, menerapkan kesatuan penganggaran Pemerintah pada Kementerian
Keuangan serta menerapkan model anggaran penerimaan dan belanja yang berimbang;
dua hal penting yang hingga kini masih diterapkan dalam dunia keuangan
Indonesia. Anggaran berimbang adalah
sumbangan pemikiran dari Frans. Saat itu pencetakan uang tinggi sekali, Frans
menciptakan kebijakan anggaran berimbang, tidak boleh mengeluarkan dana di luar
budget. Dengan inflasi yang menurun, maka nilai tukar rupiah menjadi membaik.
Selain itu, langkah yang dilakukan untuk mampu mengatasi gejolak perekonomian
pada saat itu dengan memberikan insentif kepada eksportir. saat itu ada
pemberian insentif di beberapa level pengusaha untuk ekspor, dari pengusaha
besar sampai kecil, bahkan pengusaha kecil dibebaskan pajaknya jika mengekpor
barang-barangnya ke luar. Inilah
yang menurut pendapat Emil Salim, salah satu sahabat dekatnya, tidak berlebihan
apabila kita menyebutnya sebagai Pahlawan Keuangan Indonesia.
Frans Seda
dipercaya sebagai Menteri Perhubungan (Pengangkutan, Komunikasi, Pariwisata,
1968-1973) dimana ia kemudian merintis penerbangan dan pelayaran perintis di
berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur, serta
beberapa kawasan wisata terkenal seperti di Nusa Dua, Bali. Frans Seda kemudian
mendapatkan jabatan di berbagai bidang, seperti: Duta Besar Republik Indonesia
di Brussels untuk Masyarakat Ekonomi Eropa, Kerajaan Belgia dan Luksemburg
(1973-1976; anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (1976-1978; dan
anggota Dewan Penasihat Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI) di
bawah pimpinan Presiden Soeharto kemudian dilanjutkan oleh Presiden B.J.
Habibie (1996). Frans seda menjadi Penasihat Presiden B.J. Habibie untuk bidang
ekonomi (1998) dan pada tahun 1999 menjadi Penasihat Wakil Presiden Megawati
Soekarnoputri yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia.
Dalam bidang
politik, Frans Seda pernah menjadi Ketua Umum Partai Katolik (1961-1968),
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS), mewakili golongan Katolik (1960-1964), dan anggota
Dewan Penasehat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) sejak 1971 (Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan) dan Tahun 1997 menjadi anggota Dewan Pertimbangan Pusat
(Deperpu) PDI Perjuangan.
Dalam dunia
usaha, ia menjabat sebagai Presiden Dewan Komisaris PT Narisa, Presiden Dewan
Komisaris PT Gramedia, Presiden Dewan Komisaris PT Kompas Media Nusantara (yang
menerbitkan harian umum nasional Kompas), anggota Dewan Komisaris PT Bayer
Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia dan Asosiasi Perdagangan
Tekstil Indonesia (1982-1988), Ketua Asian Federation of Textile Industries
(1983-1985), anggota Dewan Penasehat untuk Asia dari Sears & Roebuck World
Trade, Chicago, Amerika Serikat (1983-1984), Ketua Joint Working Party
Indonesia United Kingdom (1981-1985), Presiden Komisaris PT Saowisata Seaside
& Diving Resort, Ketua Komite Kerja Sama dalam nota kesepahaman antara
negara Indonesia Bagian Timur dan Australia Utara, Ketua Karwell Group (Pabrik
Tekstil untuk Ekspor), Presiden Komisaris PT Bank Shinta Indonesia, Presiden
Komisaris PT Pantara Wisata Jaya (kerja sama dengan Japan Airlines dalam bidang
promosi pariwisata), Presiden Komisaris PT Hindoli (kerja sama antara PT Gowa
Manurung Jaya dan Perusahaan Amerika PT Cargrill dalam perkebunan kelapa sawit
di Sumatera Selatan), Presiden Komisaris PT Philips Indonesia, Presiden
Komisaris PT British American Tobacco, Ketua Dewan Penasehat Asosiasi
Pertekstilan Indonesia (API), serta Ketua Asosiasi Indonesia-Netherland (INA).
Dalam bidang pendidikan, ia adalah Pendiri dan Perintis Yayasan Atma Jaya dan
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (Unika Atma Jaya) yang juga tercatat
sebagai Dekan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
(1961-1964) sekaligus Rektor pertama Unika Atma Jaya. Kemudian ia menjabat
sebagai Ketua Umum Yayasan Atma Jaya (1962-1996), kemudian menjadi Ketua Kehormatan
Yayasan Atma Jaya, dan bahkan pada saat Frans Seda meninggal pada akhir tahun
2009, ia masih tercatat sebagai Ketua Pembina Yayasan Atma Jaya. Frans Seda
juga pernah menjadi Penasihat Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) dan
Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (PPM).
Frans Seda
mendampingi Sri Paus Paulus VI dalam kunjungan ke Indonesia pada tahun 1970.
Frans Seda menjadi Ketua Organizing Committee pada kunjungan Sri Paus Johanes
Paulus II ke Indonesia pada tahun 1989.
Ia juga pernah
menjabat sebagai Ketua Bidang Dana Komite Olahraga Nasional Indonesia
(1980-1982), anggota Dewan Harian Nasional Angkatan 1945, anggota Komisi
Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian (Iustitia et Pax) di Vatican, Roma
(1984-1989), serta anggota Dewan Pertimbangan Palang Merah Indonesia (PMI)
Pusat, Ketua Dewan Pembina Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI), Anggota Dewan
Penyantun Pusat Kajian Australia, Universitas Indonesia (PKA-UI), dan Ketua
Forum Indonesia-Nederland (FINED).
Bintang
kehormatan yang pernah diterimanya, seperti Grandcross of St. Silvester dari
Paus Paulus VI di Vatican (1964); Grandcross in de Orde van Oranje Nassau dari
Kerajaan Belanda; Grandcross de L’Ordre Royal du Saha Metrei dari (bekas)
Kerajaan Kamboja (1968); Commander in the Order of Maritime Merit dari State
California (USA) dan San Fransisco Port Authority, Governor Ronald Reagan (6
September 1968); Grandcross de L’Ordre de Leopold II dari Kerajaan Belgia (4
Juni 1970); Grandcross of St. Thomas University dari Filipina (1972), Bintang
Mahaputra Adipradana II dari Republik Indonesia (10 Maret 1973), serta Honorary
Member of the Order of the Australia (In Recognition for Service to the
Development of Trade Links Between Australian and Indonesia), Agustus 1999 dari
Pemerintah Australia.
Frans Seda meninggal dalam usia 83 tahun pada akhir 2009 silam. Frans
dimakamkan di pemakaman umum San Diego, Karawang pada 2 Januari 2010
Sepeninggal Frabs
Seda, Yayasan Atma Jaya mengabadikan semangat Frans Seda yang membaktikan diri
seutuhnya “Untuk Tuhan dan Tanah Air” dalam suatu kegiatan “Frans Seda Award”.
“Frans Seda Award” yang diluncurkan 1 Juni 2011 untuk pertama kalinya
difokuskan pada bidang Pendidikan dan Kemanusiaan dan ditujukan pada seluruh
warga negara Indonesia yang berusia maksimal 40 tahun memiliki karya nyata pada
bidang Pendidikan maupun Kemanusiaan sebagaimana diteladankan Frans Seda.
Sumber :
https://finance.detik.com/sosok/2378158/mengenang-frans-seda-si-penekan-inflasi-ri-dari-650-jadi-112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar