Elegi Anak Yatim Piatu
Anak yatim adalah anak belum baligh
yang ditinggal mati kedua orang tuanya
atau salah satunya. Orang pertama yang bertanggungjawab adalah ahli warisnya
untuk memelihara, mendidik dan membesarkannya sehingga ia dapat menjalani
hidup secara mandiri. Menurut Ragib al Asfahani (ahli kamus bahasa Al
Qur’an) istilah yatim bagi manusia
digunakan untuk orang yang ditinggal mati ayahnya dalam keadaan belum dewasa,
sedangkan bagi binatang, yang disebut yatim adalah binatang yang ditinggal mati
ibunya.
Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, teman saya bertemu dengan
seorang bocah bernama Rini. "Rini, kamu ingin apa" teman saya
membuka percakapan.
"Mau boneka baru?, sepatu baru?, tas baru? Atau apa? "Nggak ah...
ntar om marah" kata Rini. "Nggak ah... ntar om marah" Rini
mengulang kata-katanya
Teman saya berpikir, mungkin yang diminta Rini dirasa terlalu mahal.Didekati Rini lebih dekat sambil
berkata, " katakan apa yang kamu minta nak" "Janji ya om tidak
marah" pinta sembari takut-takut. "Om janji tidak akan marah
nak" teman saya mengulum senyum. "Bener om tidak akan marah"
kembali Rini bertanya. Teman saya menganggukkan kepala pertanda bahwa ia setuju
untuk tidak marah
Rini menatap tajam wajah teman saya. Sampai-sampai teman saya menjadi
begitu bingung dengan tatapan mata Rini, salah apa saya, pikir teman saya. "ayo nak, katakan, jangan takut, om
tidak akan marah nak." Dengan terus menatap wajah teman saya, Nina
berkata; "bener ya om tidak marah." Sekali lagi teman saya
mengganggukan kepala. Dengan wajah berharap-harap cemas, Rini mengajukan
permintaannya "om, boleh nggak saya memanggil ayah" Mendengar jawaban
itu, tak kuasa teman saya membendung air matanya. Rini boleh memanggil ayah,
bukan om" Sambil memeluk erat teman saya, dengan terisak Rini berkata
"terima kasih ayah... terima kasih
ayah...
Allah SWT berfirman : “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama,
itulah orang-orang yang menindas anak-anak yatim, dan tidak menganjurkan
memberi makan kepada orang-orang miskin”. (Surah Al Ma’un ayat 1-3).
Seorang muslim yang sanggup mendirikan sembahyang dan melaksanakan
ibadah-ibadah yang lain. masalahnya, ketaqlitan terhadap agama Allah itu tidaklah hanya dapat
dinilai dengan sembahyang atau ibadah lainnya, Islam bukanlah agama kulit dan agama
ritual, apalagi agama mistis. Hakikat iman itu mempunyai ciri-ciri yang dapat
membuktikan perlakuannya. Selama ciri-ciri itu belum terlihat, keimanan dan
kepercayaan itu pun tidak akan terbentuk. Antara akidah dan syariat Islam tidak
boleh berpisah antara satu bagian dengan bagian yang lain. Islam merupakan agama
yang berpadu di mana kegiatan akidah membuahkan ibadah, sedangkan ibadat
berkaitan dengan individu. Individu berkaitan erat dengan tugas masyarakat yang
menuju ke arah kebaikan manusia dan pengabdian kepada Allah SWT.
Seorang muslim tidak boleh mengambil sebagian syariat Islam yang
dianggapnya menguntungkan dan menolak lain yang dianggapnya merugikan. Ia tidak
harus menerima sesuatu yang disukainya dan menolak sebagian syariah yang tidak
disukainya. Penyerahan total pada islam dengan ucapan“Sesunguhnya aku
bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah” merupakan kekuakatan untuk menerima bulat islam itu sendiri.
Kalimat tersebut memberikan pengertian yang mendalam dengan mengakui bahwa
Allah SWT adalah Illahnya dan Muhammad merupakan Rasul terakhir yang di utus
Allah sehingga wajib tunduk dan ta’at kepada aturan yang dibuat Allah SWT dan diberitakan oleh Rasulullah saw.
Dengan dalih apapun, kita wajib menjalankan perintahNya dan wajib meninggalkan
laranganNya.
Dalam hadits Nabi saw dinyatakan”bahwa saya dan orang yang memelihara
anak yatim dengan baik akan berada di surga, bagaikan dekatnya jari telunjuk
dengan jari tengah” (HR. Muslim). Hadits lain menyebutkan bahwa ”Pengasuh
anak yatim, baik kemenakannya sendiri maupun anak orang lain, akan bersama saya
di surga, bagaikan jari telunjuk dengan jari tengah” (HR. Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar