Candi...Oh Candi
Situs Muarajambi ini berada sekitar 27,5 km
dari kota Jambi ke arah muara sungai Batanghari. Situs ini terletak di tanggul
alam kuno (natural levee) sehingga ketika sungai Batanghari banjir atau
meluap situs ini tak pernah kebanjiran hanya kampung sekitarnya saja yang
terendam. Beda dengan candi-candi di Jawa yang menggunakan batu-batu di Situs
Muarajambi candi-candi itu terbuat dari batu bata merah. Sampai sekarang
dinas purbakala Jambi baru berhasil memugar beberapa candi diantaranya
adalah candi Astano Gumpung, Tinggi, Astano, Gedong dan candi
Kembar Batu. Sedangkan candi-candi lainnya masih berupa puing-puing terkubur di
hutan dan di huma-huma penduduk. Orang-orang kampung sekitarnya menyebutnya
sebagai Menapo, yang artinya gundukan tanah yang di dalamnya mengandung
batu bata. Candi-candi itu merupakan tempat aktivitas spiritual umat Budha
kala itu. Diperkirakan masa aktifnya tahun 600 sampai 1200 Masehi. Pada
masa itu penghubung antara satu candi dengan candi lain yang tersebar dibuatlah
kanal-kanal yang bisa dilalui perahu. Sampai sekarang kanal itu masih
bisa dijumpai walaupun keadaannya sudah mengering. Selain candi-candi
juga ditemukan kolam-kolam yang diduga berkaitan dengan upacara agama Budha.
Yang terbesar adalah kolam Talago Rajo. Candi-candi ini berada di area seluas
12., 5km persegi, dengan panjang area 7, 5 km. Candi-candi ini berada di kedua
sisi sungai Batanghari. Yang menyedihkan ada sebuah candi yakni candi Teluk
yang berada ditengah-tengah pabrik pengolahan kayu lapis. Candi Teluk itu kini
hanya sekedar puing-puing berserak. Situs Muarajambi adalah aset bangsa, di
sana kita temukan jejak ajaran sang Budha yang dulu pernah bersemayam di hati
bangsa ini
Candhi iku bangunan kang umume
digawe nalika jaman kuna seka kabudhayan Hindhu-Buddha. Sawijining candhi durung mesthi jaman mbiyene
dadi panggonan kanggo ngibadah. Ana uga candhi kang mbiyene kanggo patirtan
utawa kraton. Saya tersenyum membaca pengetian candi tersebut. Bukan apa-apa,
saya dapat pengertian candi tersebut dari wikipedia. Dan yang muncul adalah
pengertian candi dalam bahasa jawa, bukan Indonesia.Candi merupakan istilah untuk menyebutkan sebuah bangunan yang berasal dari masa lampau atau enak membayangkannya masa Sriwijaya atau Majapahit, sekitar muncul pada kisaran abad ke-5 M hingga ke-16 M. Candi biasanya berbentuk bangunan peribadatan yang berdiri sendiri atau berkelompok.
Indonesia pantas mendapat julukan ”Negeri Seribu Candi” selain “Negara Seribu pulau”. Berbagai macam candi bertebaran di Indonesia ini mengikuti kekuatan kultur budaya agama hindu budha didaerah tersebut, dengan pusatnya di Pulau Jawa. Bukan Cuma candi Borobudur, Candi Prambanan, candi Cetho, dan a candi besar lainnya, kita juga memiliki berbagai macam candi diluar jawa dan memiliki keaneka ragaman bentuk dan karakter. Candi Muara Takus di Riau, Biaro Bahal di Sumatera Utara, atau Candi Agung di Kalimantan Timur. Candi memang bukan monopoli Jawa saja. Ingat , Sriwijaya adalah juga kerajaan yang pernah besar, dan posisinya berada di sekitar Sumatera Bagian Selatan. Dahulu candi dibangun di belahan nusantara ini oleh sebuah kerajaan untuk menunjukkan kekuasaannya dankepasarhannya pada kekuatan agama.
Dari ratusan candi yang pernah berdiri di Indonesia, kini mungkin hanya puluhan saja yang masih bisa kita lihat dengan utuh. Selainnya bisa saja masih terpendam oleh tanah (seperti Borobudur dahulu sebelum ditemukan). Yang sudah muncul ke permukaan, sebagian ditemukan dalam keadaan berantakan atau tidak utuh lagi. Malah ada yang dijualbelikan, seperti kasus Radya Pustaka pada kuartal tahun 2007. Banyak batu candi (yang berbahan batu andesit) diambil masyarakat sekitar untuk berbagi keperluan, seperti tembok, sumur, pondasi rumah, pagar halaman dan pengganjal tiang. Tragisnya, batu-batu bata merah di kompleks percandian Trowulan, digerusi penduduk untuk dijadikan semen merah. Puluhan candi telah musnah tanpa sempat dibuatkan rekaman tertulisnya.
Untuk itu pihak berwenang harus membuat brosur yang intinya mengungkapkan latar belakang sejarah candi. Jika sudah ada, tentu orang akan mampu memperoleh segala informasi yang terdapat di dalam batu-batu tersebut. Maka, wisata candi bukan hanya untuk melihat tumpukan batu, tetapi juga untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang. Tapi kemudian timbul pertanyaan kembali. Apakah mampu pemerintah melakukan pemetaan terhadap candi di Indonesia ini. Untuk merawat candi yang muncul dipermukaan saja pemerintah seakan setengah hati melakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar