Permintaan Kepada Tuhan
Suatu percakapan
menarik yang muncul dalam suatu kegiatan pengajian. Cerita dibuat dengan set
dasar suatu pengajian dikawasan tertentu. Pengajian melibatkan suatu Tanya
jawab antara seorang guru dan murid.
"Saya pernah
berdoa yang tak biasa, Pak," kata Bu Kus membuka sesi pertanyaan. "Apa
itu, Bu Kus?" tanya Pak Suherman Rosyidi, Sang Ustadz. "Suatu kali
saya berdoa: Ya Allah, jadikan saya isteri yang selalu terlihat cantik di mata
suami." "Doa yang bagus, dong," sergah Pak Ustadz, "lalu
apa yang terjadi?"
"Ya, memang
bagus, Pak Herman. Tetapi, esok harinya wajah saya mulai ditumbuhi jerawat yang
saya tidak tahu darimana datangnya. Banyak. Beberapa hari kemudian malah
memenuhi seluruh wajah. Saya jadi kebingungan. Akhirnya mau tidak mau saya
harus menjalani perawatan kecantikan wajah ke sebuah salon kecantikan, suatu
hal yang tidak pernah saya lakukan. Saya harus datang ke tempat itu untuk
membersihkan jerawat di muka saya. Berkali-kali. Berhari-hari. Hasilnya tentu
saja mengejutkan saya. Wajah saya menjadi lebih bersih dari semula. Lebih
cantik."."Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya nggak?" "Ya,
sih Pak. Tetapi itu belum seberapa, Pak.". "Maksudnya gimana?" "Saya
juga pernah berdoa yang tak biasa, Pak. Doa yang lain." "Apa itu?"
"Saya berdoa agar Allah menjadikan saya isteri yang setia pada
suami." "Doa yang bagus juga. Lalu apa yang terjadi, Bu?"
"Esok harinya,
suami saya jatuh sakit. Tak bisa bangun. Ia harus dirawat di rumah sakit. Berhari-hari. Saya mau tak mau
harus menungguinya selama terbaring itu. Saya bahkan sampai merasa itu semua
seperti ujian bagi saya. Ujian terhadap kesetiaan saya, apakah saya tetap setia
pada suami apa tidak. Saya seketika teringat akan doa yang pernah saya
panjatkan sebelumnya." "Berarti doa ibu dikabulkan sama Allah. Ya
nggak?" "Ya, sih, Pak." "Lalu sekarang, pertanyaannya Ibu
apa?" "Bukan pertanyaan, Pak." "Lalu apa?" "Sekarang
ini, saya justru merasa takut untuk berdoa. Gimana ini?"
Merupakan hal
lucu membaca percakapan diatas. Statu konsep pengabulan terhadap doa dari sisi
yang berbeda. Tuhan dalam
statu kasus diatas memberikan pemberian yang tidak instan. Pelaksanaan melalui proses yang tidak
terduga dan memerlukan tahapan-tahapan tertentu. Semacam sutu jalan terjal dan
berliku menunggu jalur yang lurus. Saya menjadi tergelitik dengan ucapan untuk
takut berdoa meminta. Ketakutan untuk berdoa dan memasrahkan diri kepada jalan
Tuhan yang ada. Terus terang memang menggelitik saya. Buat apa berdoa apabila
memang jalan itu memang sudah ditentukan?. Namun menyenangkan juga berpolemik
tetang proses pencapaian tujuan yang diinginkan. Modal yang diberikan kepada
hambaNya sepertinya merupakan suatu jalan saja untuk menghasilkan apa yang
diminta. Konsep ini menjadi peniadaan terhadap konsepsi pengabulan dengan jalan
tol.
Meminta dan
menjalani. Kemudian melakukan untuk mencapai apa yang diinginkan. Barang yang
kusut disediakan untuk dijadikan sebagus yang diinginkan. Apakah nyaman atau tidak, tergantung yang
mengkreasinya. Tembikarpun bisa menjadi indah seseorang yang selalu berlatih
untuk memperbagus olahan tembikarnya. Nah inilah masalahnya..... seberapa
ngehnya kita akan bahan dasar ini. Tidak semua orang ngeh dengan bahan dasar
itu. Dan bahan dasar itu bisa jadi malah dibuang saking ketidaktahuannya.
Apakah itu salah Tuhan? Salah kita? Saya tidak berani menyimpulakn pada tahap
itu.
Memang, Tuhan
lebih menyukai orang yang pandai. Tapi jangan lupa juga, Tuhan paling benci
dengan orang pandai yang tidak untuk mensyukuri harkatnya dan melupakan
hakekatnya. Dalam hal ini, orang bodohpun tetap dicintai Tuhan. Mampukah kita
berdiri dengan kepandaian yang tidak mampu mengolah bahan mentah itu?
Entahlah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar