Jumat, 06 Januari 2017

Lika Liku Pedofilia



Lika Liku Pedofilia
Kata pedofilia menurut wikipedia berasal dari bahasa Yunani: paidophiliapais(anak-anak) dan philia (cinta yang bersahabat atau persahabatan), meskipun ini arti harfiah telah diubah terhadap daya tarik seksual pada zaman modern, berdasarkan gelar "cinta anak" atau "kekasih anak," oleh pedofil yang menggunakan simbol dan kode untuk mengidentifikasi preferensi mereka. Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai "gangguan kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk anak-anak pada usia pubertas atau pada masa prapubertas awal. Istilah ini memiliki berbagai definisi seperti yang ditemukan dalam psikiatri, psikologi, bahasa setempat, dan penegakan hukum.
Menurut Wikipedia, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia. Menurut teori dasar Psikologi Abnormal Pedofilia didefinisikan sebagai daya tarik seksual terhadap anak-anak pra-pubertas. Freud (1963).
Istilah erotika pedofilia diciptakan pada tahun 1886 oleh psikiater asal Wina, Richard von Krafft-Ebing dalam tulisannya Psychopathia Sexualis. Istilah ini muncul pada bagian yang berjudul "Pelanggaran Individu Pada Abad Empat belas," yang berfokus pada aspek psikiatri forensik dari pelanggar seksual anak pada umumnya. Krafft-Ebing menjelaskan beberapa tipologi pelaku, membagi mereka menjadi asal usul psikopatologis dan non-psikopatologis, dan hipotesis beberapa faktor penyebab yang terlihat yang dapat mengarah pada pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Krafft-Ebing menyebutkan erotika pedofilia dalam tipologi "penyimpangan psiko-seksual." Dia menulis bahwa ia hanya menemukan empat kali selama karirnya dan memberikan deskripsi singkat untuk setiap kasus, daftar tiga ciri umumnya yaitu:
  1. Individu tercemari [oleh keturunan] (belastate hereditär).
  2. Daya tarik utama subyek adalah untuk anak-anak, daripada orang dewasa.
  3. Tindakan yang dilakukan oleh subjek biasanya tidak berhubungan, melainkan melibatkan tindakan yang tidak pantas seperti menyentuh atau memanipulasi anak dalam melakukan tindakan pada subjek.
Dia menyebutkan beberapa kasus pedofilia di kalangan perempuan dewasa (yang disediakan oleh dokter lain), dan juga dianggap sebagai pelecehan terhadap anak laki-laki oleh laki-laki homoseksual menjadi sangat langka. Lebih lanjut mengklarifikasi hal ini, ia menunjukkan bahwa kasus pria dewasa yang memiliki gangguan kesehatan atau neurologis dan pelecehan terhadap seorang anak laki-laki yang bukan pedofilia yang sebenarnya, dan bahwa dalam korban pengamatannya adalah orang-orang seperti itu cenderung lebih tua dan dibawah umur. Dia juga mencantumkan "Pseudopaedofilia" sebagai kondisi istimewa dimana "individu yang telah kehilangan libido untuk orang dewasa melalui masturbasi dan kemudian berbalik kepada anak-anak untuk pemuasan nafsu seksual mereka" dan menyatakan ini jauh lebih umum.
Pada tahun 1908, neuroanatomis dan psikiater asal Swiss, Auguste Forel menulis tentang fenomena tersebut, mengusulkan bahwa hal itu disebut sebagai "Pederosis," pada "Nafsu Seksual pada Anak." Mirip dengan karya Krafft-Ebing, Forel membuat perbedaan antara pelecehan seksual insidentil oleh orang dengan demensia dan kondisi otak organik, dan keinginan seksual yang benar-benar istimewa dan kadang-kadang eksklusif pada anak-anak. Namun, ia tidak setuju dengan Krafft-Ebing dimana bahwa ia merasakan kondisi yang kedua adalah terutama tertanam dan tak berubah.
Menurut Blanchard pada penderita pedofilia terdapat factor genetika didalamnya, pedofilia sering dipandang sebagai interaksi antara faktor-faktor perkembangan saraf berdasarkan gen dan lingkungan ( Becerra García , 2009) , dan juga mengatakan bahwa seksual pedofilia adalah gangguan perkembangan saraf yang dikuatkan oleh ciri fisik seseorang seperti bertubuh pendek , kecerdasan yang lebih rendah, tingkat androgen prenatal, pernah melakukan pelanggaran seksual terhadap anak, atau mengkonsumsi pornografi ketika masih anak-anak.

Menurut pandangan Psikologis Pedofilia itu didefinisikan sebagai daya tarik seksual yang sedang berlangsung terhadap anak-anak pra-pubertas (Freund, 1963, 1967; Seto, 2009). Dalam Diagnostic And Statitical Manual Of Mental Disorders 5th (DSM-5), pedofilia adalah de-pathologized dengan membedakan antara preferensi seksual untuk anak-anak praremaja (yaitu, pedofilia) dan gangguan dalam kasus faktor tambahan. Faktor-faktor ini termasuk dikarenakan adanya gangguan oleh fantasi yang dirasakan kuat, termasuk konsumsi pornografi anak.

Sebenarnya tidak ada bukti bahwa pedofilia dapat disembuhkan, menurut Yudithia Arlinda dalam artikel diKompasiana dalam judul Gangguan Pedofilia Lebih lanjut ada beberapa cara yang bisa dipakai untuk meminimalisir ganggungan pedofilia. Secara konseptual terdapat empat modalitas utama, yaitu psikoterapi, terapi perilaku, operasi, dan obat. Psikoterapi, Psikoterapi ini mengembangkan bagaimana ketertarikannya terhadap pasangan yang sesuai dengan usia dan lawan jenis, tetapi hal ini tidak terjadi pada beberapa kasus dikarenakan adanya kehidupan awal yang mengganggu proses pematangan psikologis. Behavior Therapy, terapi perilaku atau Behavior Theraphy lebih mengutamakan bagaimana upaya untuk memadamkan perasaan ketertarikan seksual yang berhubungan dengan anak-anak, sekaligus mengajarkan bagaimana menjadi individu yang dapat terangsang secara seksual dengan pasangan yang tepat baik usia maupun jenis kelamin. Punishment, tipe lain dari terapi perilaku yang telah dicoba adalah punishment atau hukuman, biasanya dalam bentuk penahanan. Dengan penahanan di penjara dapat mengubah sifat orientasi seksual pedofilia, yaitu yang dapat meningkatkan kemampuan godaan pada anak-anak. Surgary, Removal of the testes atau Kastrasi sudah disarankan untuk treatment bagi penderita pedofilia karena testis merupakan sumber utama terproduksinya testoterone di dalam tubuh. Prosedur ini bukan menghilangkan penis tetapi bagaimana menurunkan testosterone. Testosterone adalah hormone yang penting karena berhubungan dengan seksualitas dan perbedaan gender seseorang. Testosterone yang terjadi ketika pubertas pada laki-laki berhubungan dengan perkembangan peningkatan kemaluan, rambut wajah, pendalaman suara, peningkatan masa otot dan bagaimana libido seksual. Ide menurunkan testosterone dalam kasus pedofilia adalah untuk mencoba mengurangi intensitas mengidam seksualnya. Farmakologi, farmakologi tidak meninggalkan trauma fisik atau psikologis operasi. Metode ini adalah dengan pemberian obat untuk menurunkan testosterone. Cara kerja obat ini adalah mengikat otot, dengan menyuntikan obat yang berupa cairan ini secara bertahap selama beberapa hari ke dalam aliran darah.






Eksibisionisme Seseorang



Eksibisionisme Seseorang
Menurut Tri Hadi, Psikolog Klinis dari Rumah Hati mengatakan eksibisionisme adalah suatu kelainan seksual yang termasuk dalam kategori Paraphilia, yaitu objek pemenuhan kebutuhan seksual yang tidak lazim dan dianggap menyimpang. Penderita eksibisionisme atau disebut eksibisionis mendapatkan rangsangan seksual ketika melihat reaksi korban saat terkejut, takut, menjerit, teriak, atau lari. Di situ dia membayangkan wajah korban dan mulai masturbasi sampai mencapai orgasme. Sedangkan Wikipedia menyebutkan Ekshibisionisme adalah tindakan memamerkan atau mengekspos, dalam konteks publik atau semi-publik, bagian-bagian tubuh seseorang yang biasanya tertutup - misalnya, payudara, alat kelamin, atau bokong. Praktik ini mungkin timbul dari hasrat atau dorongan untuk mengekspos diri mereka sedemikian rupa kepada kelompok teman-teman, kenalan, atau orang asing untuk hiburan mereka, kepuasan seksual, atau untuk kesenangan berhasil mengejutkan pengamat yang tidak menduganya.
Eksibisionis dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada pria, penderita menemukan kepuasaan saat melihat perempuan menunjukkan ekspresi saat  melihat genitalnya. Pada wanita, penderita menemukan kepuasan melihat pria terangsang saat melihat alat kelamin, payudara atau pantatnya. Beberapa eksibisionis ditangkap atas kejahatan yang melibatkan kontak dengan korban. Eksibionis bermasturbasi ketika berfantasi atau ketika memamerkannya.
Eksibisionisme (exhibitionism atau sering disebut dengan istilah flashing) merupakan fantasi seksual secara terus-menerus melibatkan perilaku dimana individu memamerkan bagian genitalnya kepada orang asing yang tidak mau melihatnya. Perilaku tersebut bertujuan untuk mengejutkan, menakuti, dikagumi, atau menimbulkan rasa jijik pada orang yang menjadi sasaran.
Beberapa jenis perilaku dapat dimasukkan sebagai suatu bentuk eksibisionisme menurut wikipedia, di antaranya:
  • Anasirma: mengangkat rok ketika tidak mengenakan celana dalam, dengan tujuan untuk memamerkan alat kelamin.
  • Flashing: membuka secara sementara anggota tubuh yang biasanya tertutup. Pada perempuan misalnya memamerkan secara singkat payudara telanjang dengan gerakan mengangkat dan menurunkan pakaian dan/atau bra secara singkat. Atau juga memamerkan secara singkat alat kelamin laki-laki atau perempuan.
  • Martimaklia: Suatu jenis parafilia yang melibatkan ketertarikan seksual agar orang lain menonton tindakan seksual yang dilakukannya.
  • Mooning: mempertunjukan bokong telanjang dengan cara mendodorkan celana dan celana dalam. Perilaku ini cenderung menjadi berstandar ganda berbasis jender: jika dilakukan oleh laki-laki, perilaku ini lebih sering dianggap lelucon, humor, hinaan atau ejekan, dan tidak ada hubungannya dengan rangsangan seksual; sedangkan jika dilakukan oleh perempuan, hal kebalikannya terjadi, yaitu dianggap rangsangan seksual (atau sedikitnya perhatian seksual) kepada orang sasaran yang ditunjukan.
  • Streaking: aksi berlari telanjang bulat melintasi tempat umum. Tujuannya biasanya bukan bersifat seksual, tetapi nilai ketegangan dan "kejutan", dan dapat dilakukan laki-laki atau perempuan.
  • Kandaulisme: ketika seseorang menelanjangi pasangan seksualnya dengan cara yang eksplisit.
  • Reflektoporn: aksi menelanjangi diri sendiri dan mengambil gambar (foto atau video) dengan menggunakan permukaan memantul, seperti cermin, kemudian mengunggah gambar tersebut ke internet atau forum publik. Contoh perilaku ini termasuk "pantulan laki-laki atau perempuan telanjang yang terpantul pada permukaan ceret, televisi, pemanggang roti, dan bahkan pisau, sendok dan garpu". Contoh ini dimulai dengan tren yang melibatkan seorang pria menjual ceret dalam acara lelang di Australia, dan memamerkan foto ceret dengan pantulan tubuh telanjangnya pada permukaan ceret; contoh lainnya termasuk sebagai berikut, dan istilah spesifik "reflektoporn" pertama kali dipopulerkan oleh Chris Stevens di Internet Magazine.
  • Skatologia telepon - Beberapa peneliti mengklaim bahwa perilaku ini adalah varian eksibisionisme, meskipun tidak terdapat komponen interaksi fisik secara langsung.
Secara umum, menurut wikipedia terdapat dua kelompok utama eksibisionisme. Eksibisionisme yang tidak berbahaya, dan eksibisionisme yang berbahaya. Dalam karya ilmiah Forensik dan Aspek Medik-Legal atas Kejahatan Seksual dan Praktik Seksual yang Tidak Biasa (2009) mengklasifikasikan eksibisionisme sebagai berikut.
Kelas I: Eksibisionis berfantasi
Orang-orang ini berfantasi memamerkan alat kelamin mereka kepada orang-orang yang tidak curiga, tetapi terlalu takut untuk benar-benar melaksanakan fantasi itu. Mereka cenderung untuk tetap bahagia hanya dengan fantasi eksibisionis mereka. Beberapa dari mereka mungkin beralih ke eksibisionisme zoofilik untuk memenuhi fantasi mereka, karena tampaknya ini adalah kegiatan yang lebih aman.
Kelas II: Eksibisionis murni
Orang-orang ini puas dengan hanya memamerkan alat kelamin mereka dari kejauhan dan bermasturbasi. Mereka tidak menyentuh korban mereka atau benar-benar menyakiti mereka dengan cara apapun.
Kelas III: Eksibisionis kriminal
Pelanggar jenis ini adalak kelompok eksibisionis yang paling banyak. Mereka juga terlibat dalam kejahatan seksual lainnya, terutama pedofilia dan penganiayaan anak. Setelah menemukan seorang anak sebagai korban, perilaku seksual mereka mungkin dimulai dengan eksibisionisme, tetapi dapat berkembang menjadi kejahatan pelecehan seksual dan penganiayaan anak. Hal ini dianggap sangat berbahaya bagi masyarakat dan memerlukan perhatian lebih.
Kelas IV: Eksibisionis ekslusif
Pelaku ini tidak dapat membentuk hubungan romantis normal dengan orang dari kelompok preferensi jender mereka, dan tidak bisa melakukan hubungan seksual yang normal. Bagi mereka, eksibisionisme adalah satu-satunya saluran untuk kepuasan seksual. Penderita eksibisionis tersebut tampaknya tidak dilaporkan dalam literatur sejauh ini, tetapi berdasarkan teori kesetaraan parafilia, dapat diprediksi bahwa jenis seperti ini memang ada dalam masyarakat dan mereka akan dilaporkan suatu saat nanti. Perilaku, mereka terletak di ujung ekstrem dari kontinum parafilia karena mereka tidak dapat membentuk hubungan romantis normal dengan orang lain.

Dibawah ini adalah berbagai macam penanganan penderita eksibisionis menurut https://psikologiabnormal.wikispaces.com/Eksibisionis:
  1. 1. Terapi Psikoanalisis
Pandangan psikoanalisis adalah gangguan itu timbul karena adanya gangguan karakter yang dahulu disebut gangguan kepribadian, sehingga sangat sulit untuk ditangani dengan keberhasilan yang cukup memadai.
  1. 2. Teknik Behavioral
Para terapis dari aliran behavioral mencoba untuk mengembangkan prosedur terapeutik untuk mengubah aspek seksual individu. Terapi aversif dilakukan dengan memberikan kejutan fisik saat seoseorang menunjukkan perilaku yang berkaitan dengan parafilia. Metode lain, disebut satiation yaitu seseorang diminta untuk bermasturbasi untuk waktu lama, sambil berfantasi dengan lantang. Kedua terapi tersebut, apabila digabungkan dengan terapi lain seperti pelatihan kemampuan sosial, dapat bermanfaat terhadap paedofilia, transvestisme, eksibisionisme, dan transvestisme (Brownell, Hayes, & barlow, 1977; Laws & Marshall, 1991). Cara lain yang dilakukan adalah orgasmic reorientation, yang bertujuan membuat pasien belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus seksual yang konvensional. Dalam prosedur ini pasien dihadapkan pada stimulus perangsang yang konvensional, sementara mereka memberi respon seksual terhadap rangsangan lain yang tidak konvensional. Terdapat pula teknik lain yang umum digunakan, seperti pelatihan social skills.
  1. 3. Penanganan Kognitif
Prosedur kognitif sering digunakan untuk mengubah pandangan yang terdistorsi pada individu dengan parafilia. Diberikan pula pelatihan empati agar individu memahami pengaruh perilaku mereka terhadap orang lain. Banyak program penanganan yang memberikan program pencegahan relapse, yang dibuat berdasarkan program rehabilitasi ketergantungan obat-obatan terlarang.
  1. 4. Penanganan Biologis
Intervensi biologis yang sempat banyak diberikan dua generasi yang lalu adalah dengan melakukan kastrasi atau pengangkatan testis. Baru-baru ini, penanganan biologis yang dilakukan melibatkan obat-obatan. Beberapa obat yang digunakan adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan cyptoterone acetate. Kedua obat tersebut menurunkan tingkat testosteron pada laki-laki, untuk menghambat rangsangan seksual.
dalam kasus postingan di media sosial, harus dilihat apa motivasi mengunggah fotonya sendiri yang telanjang. Apakah orang tersebut mendapat kepuasan seksual setelah mengunggahnya atau apakah orang yang melihat foto tersebut akan merasa takut atau malah justru senang. Tidak semua orang yang mengunggah foto tersebut dapat disebut eksibisionis. Postingan tersebut termasuk fenomena sosial yang disebut narsisme (tahap parah). Apabila perempuan sengaja (seperti penari striptease), mereka tidak dikategorikan eksibisionis, karena motivasi tidak untuk mencapai kepuasan seksual.
Di beberapa negara perilaku eksibisionisme merupakan kriminalitas karena dianggap sebagai perilaku tidak menyenangkan atau bahkan dikategorikan sebagai tindakan pelecehan seksual. Pelaku eksibisionisme tidak pernah dan jarang sekali memamerkan bagian genitalnya dengan telanjang bulat sebelumnya, berbeda dengan pelaku pornografi, untuk memberi kesan bahwa paraphilia seperti yang ia lakukannya adalah lumrah terjadi dan nyata.

Fetishisme Dalam tubuh



Fetishisme Dalam tubuh
Sigmund Freud mempercayai bahwa fetishisme seksual pada pria yang berasal dari ketakutan bawah sadar alat kelamin ibu, dari rasa takut yang universal pria pengebirian, dan dari fantasi laki-laki bahwa ibunya punya penis tetapi hal itu telah dipotong. Dia tidak membahas fetisisme seksual pada wanita.
Fetishisme menggambarkan bentuk penyimpangan seksual dimana individu dalam melakukan aktivitas seksual melibatkan barang-barang tertentu. Bila benda-benda yang menyertai aktivitas tersebut tidak ada, maka individu tidak bergairah atau kehilangan libido seksualnya.
Pengertian fetishisme adalah pemuasan nafsu seksual dengan cara menggunakan simbol seks dari lawan jenisnya, terutama pakaian. Sumber: Haji Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali Press, 2012, halaman 89. Fetishisme adalah salah satu bentuk dari parafilia. Definisi parafilia adalah stimulasi seksual atau tindakan yang menyimpang dari kebiasaan seksual normal. Bagi orang-orang tertentu, tindakan menyimpang inidiperlukan  untuk menghasilkan rangsangan seksual dan orgasme. Fetishisme masuk dalam kelainan yang dikategorikan dorongan seksual yang berulang dan secara menimbulkan khayalan yang dipengaruhi oleh suatu obyek yang dituju.
Obyek (fetishisme) disebut fetish, maka seseorang fetishist yang memiliki jimat untuk situasi objek. Kata fetish berasal dari fétiche (Perancis). Fétiche berasal dari feitiço (Portugis) yang berarti mantra.  Feitiço akarnya dari bahasa Latin yakni facticius yang bermakna buatan dan facere dengan arti untuk membuat. Dari akar kata ini Fetish memiliki makna sebuah objek diyakini memiliki kekuatan supranatural, atau khusus, benda buatan manusia yang memiliki kekuasaan atas orang lain. Istilah "fetish erotis" dan "fetish seksual" diperkenalkan oleh Alfred Binet . Kadang-kadang, kata fetish dapat dianggap sinonim untuk "fetish seksual" (misalnya, bila digunakan dalam pornografi berdasarkan fetishes seksual).
Individu dengan gangguan fetishisme akan bergairah bila melihat, merasakan atau bersentuhan dengan objek-objek tersebut. Objek-objek fantasi seksual fetish ; sepatu dengan tumit tinggi, kostum berbahan karet ataupun kulit, celana dalam bentuk atau corak tertentu, atau lingerie berbagai model.
Fetish akan mengajak lawan mainnya untuk menggunakan alat atau menggunakannya sendiri dalam kegiatan seksualnya. Bentuk lain dari fetishisme ada juga yang disebut dengan istilah partialism, yakni individu fetish dalam melakukan aktivitas seksualnya terangsang dengan salah satu bagian dari tubuh pasangannya seperti kaki (betis), jempol kaki, payudara atau pantat.
Beberapa jenis fetish didasarkan pada benda-benda yang menjadi objek:
• balloon fetishism (balon)
• fur fetishism (bulu binatang)
• leather fetishism (seragam dari kulit)
• panty fetishism (celana dalam)
• robot fetishism (robot atau mesin)
• rubber fetishism (bahan dari karet)
• shoe fetishism (sepatu)
• smoking fetishism (rokok)

Fetishisme lebih banyak dialami pria. Fetishisme pada umumnya dapat diterima oleh masyarakat selama tidak terjadinya kekerasaan akibat pemaksaan keinginan salah satu pihak. Fetish akan berupaya mendapatkan objek-objek yang menjadiimajinasinya untuk digunakan oleh pasangannya. Lawan mainnya tidak keberatan dengan “peralatan” tersebut selama tidak tersiksa, bias jadi menjadi model lain dalam berfantasi.
Psikolog dan praktisi medis berpendapat bahwa fetisisme sebagai variasi normal seksualitas manusia. Dalam hal ini tahap fethisisme yang normal atau rendah.  Apabila sudah dalam keadaan akut, terapi secara berkala sudah harus dilakukan. Pengobatan untuk fetisisme yaitu dengan metode terapi perilaku kognitif dan psikoanalisis. Terapi ini memang bukan menjadi mutlak untuk kembali normal, setidaknya  berkurang.
Terapi perilaku kognitif memiliki tujuan untuk mengubah perilaku seseorang tanpa menganalisa bagaimana dan mengapa hal tersebut muncul. Terapi perilaku kognitif berfokus membantu pasien ke pikiran yang mempengaruhi suasana hati pasien dan perilaku. pasien belajar untuk mengubah pikiran irasional dan menyelesaikan penyebab stres.
Dengan memotong menurunkan tingkat steroid seks, gairah seksual berkurang. Sampai sekarang penelitian masih terus dilakukan, belum ada obat yang menangani fetishisme.Perawatan fisik hanya cocok untuk mendukung salah satu metode psikologis.