Minggu, 10 April 2016

Nutfah Amsyaz




Nutfah Amsyaz 

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes Nuthfah amsyaz (yang bercampur).
Kami hendak mengujinya dengan perintah dan larangan Karena itu kami jadikan ia mendengar dan melihat." (Q.S Al Insan 76 : 2).
"Istri-istri kamu adalah ladang untukmu, maka garaplah ladangmu bagaimana kamu kehendaki". Apabila petani menanam tanaman A diladangnya, maka janganlah diharapkan yang tumbuh adalah tanaman B, karena ladang tersebut hanya menerima benih dari penanamnya. Ini berarti yang menentukan jenis tanaman adalah penanamnya, bukan ladangnya. Perempuan atau istri oleh ayat diatas diibaratkan dengan ladang. Jika demikian bukan perempuan yang menentukan jenis kelamin anak, tetapi yang menentukan adalah benih yang ditanam ayah di dalam rahim dengan ketentuan dari Allah SWT. Hasil pertemuan antara sperma dan ovum dinamai Al Qur'an dengan "Nuthfah Amsyaz" .
Pada tahun 1883, van Bender membuktikan bahwa sperma dan ovum memiliki peranan yang sama dalam pembentukan benih yang telah bertemu itu,  pada tahun 1912 Morgan membuktikan peranan kromoson dalam pembentukan janin. Ada yang menarik untuk diketahui bahwa kata "Amsyaz" berbentuk jamak  sedangkan bentuk tunggalnya adalah "Masyaj". Sementara itu kata "Nuthfah"  adalah bentuk tunggal, dan bentuk jamaknya adalah "Nutafun". Sepantasnya terlihat bahwa redaksi "Nutfah Amsyaz" tidak lurus  karena ia berkedudukan sebagai Adjektif  (sifat) dari Nutfah. Sedangkan dalam Bahasa Arab, antara sifat dan disifati harus sesuai. Jika feminine maka sifatnya pun demikian juga  jika tunggal, maka sifatnya pun tunggal juga, serta jamak, juga jamak (plural). Di dalam ayat terlihat bahwa Nuthfah berbentuk tunggal, sedangkan Amsyaz berbentuk Jamak. Apa gerangan sebabnya, kelirukah Al Qur'an..? (kalau orang yang tidak mengerti bahasa Arab, akan mengatakan Al Qur'an keliru).
Pakar-pakar bahasa menyatakan bahwa jika sifat dari satu hal yang berbentuk tunggal, mengambil bentuk jamak, maka itu mengisyaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh bagian-bagian kecil yang disifatinya (bukankah dalam Nutfah pancaran sperma dari lelaki mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia?). Dalam hal Nutfah maka sifat Amsyaz (bercampur), bukan sekedar bercampurnya dua hal sehingga menyatu atau terlihat menyatu tetapi percampuran itu sedemikian mantap, sehingga mencakup seluruh bagian dari nutfah tadi. Nutfah Amsyaz itu sendiri adalah hasil percampuran sperma, dan ovum, yang masing-masing memiliki 46 kromosom. Jika demikian wajar bila Al Qur'an menggunakan bentuk jamak, untuk menyifati nutfah yang memiliki jumlah yang banyak dari kromosom itu. Dan Informasi Al Qur'an tidak sampai disana. Dilanjutkannya, bahwa Nutfah tersebut dalam proses selanjutnya menjadi "Alaqah". "Kemudian Kami jadikan Nutfah itu "Alaqah" (Q.S Al Mukminun 23 : 14),
Pakar-pakar Embriologi menegaskan bahwa setelah menjadi pembuahan (amsyaz) maka Nutfah (yang sudah bercampur tadi ) tersebut melekat di dinding rahim. Dan inilah yang dimaksudkan Al Qur'an dengan "Alaqah". Kata "Alaqah", dalam kamus-kamus bahasa mempunyai banyak arti, antara lain "segumpal darah", atau "Sejenis cacing " yang terdapat didalam air, bila diminum dapat melengket di tenggorokan. Kata "Alaqah", akar katanya "Aliqa", Yang berarti "tergantung / Melengket". Jadi bagi wanita yang keguguran, biasanya banyak penyebabnya  yang pasti janin tersebut tidak dapat lagi melengket di rahim sang calon ibu, bisa dikarenakan rahim wanita sendiri yang lemah, atau karena sang janin itu sendiri yang lemah. Penyebabnya macam-macam, karena obat-obatan, makanan, atau kecapean, atau memang lemah rahimnya. Wallahua'lam, yang pasti bagaimanapun semua atas kehendak dan takdir Allah SWT. Kalau Allah bilang : "Kun", (jadi), fayakun (maka jadilah ia), kalau Allah bilang tidak jadi, maka tidak jadilah ia.
"Dari mana Muhammad SAW memperoleh informasi yang demikian akurat itu, padahal hakikat ilmiyah ini baru ditemukan oleh ilmuwan setelah beribu tahun lebih dari kedatangan beliau ?" itulah wahyu Allah yang maha mengetahui, yang mana ayat-ayatnya selalu relevan (sesuai), dengan perkembangan zaman kapan dan dimana sajapun.
Karena Allah maha mengetahui, dan disampaikan-Nya pada hamba pilihanNya


Sumber :Internet








"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes Nuthfah amsyaz (yang bercampur). Kami hendak mengujinya dengan perintah dan larangan Karena itu kami jadikan ia mendengar dan melihat." (Q.S Al Insan 76 : 2).
"Istri-istri kamu adalah ladang untukmu, maka garaplah ladangmu bagaimana kamu kehendaki". Apabila petani menanam tanaman A diladangnya, maka janganlah diharapkan yang tumbuh adalah tanaman B, karena ladang tersebut hanya menerima benih dari penanamnya. Ini berarti yang menentukan jenis tanaman adalah penanamnya, bukan ladangnya. Perempuan atau istri oleh ayat diatas diibaratkan dengan ladang. Jika demikian bukan perempuan yang menentukan jenis kelamin anak, tetapi yang menentukan adalah benih yang ditanam ayah di dalam rahim dengan ketentuan dari Allah SWT. Hasil pertemuan antara sperma dan ovum dinamai Al Qur'an dengan "Nuthfah Amsyaz" .
Pada tahun 1883, van Bender membuktikan bahwa sperma dan ovum memiliki peranan yang sama dalam pembentukan benih yang telah bertemu itu,  pada tahun 1912 Morgan membuktikan peranan kromoson dalam pembentukan janin. Ada yang menarik untuk diketahui bahwa kata "Amsyaz" berbentuk jamak  sedangkan bentuk tunggalnya adalah "Masyaj". Sementara itu kata "Nuthfah"  adalah bentuk tunggal, dan bentuk jamaknya adalah "Nutafun". Sepantasnya terlihat bahwa redaksi "Nutfah Amsyaz" tidak lurus  karena ia berkedudukan sebagai Adjektif  (sifat) dari Nutfah. Sedangkan dalam Bahasa Arab, antara sifat dan disifati harus sesuai. Jika feminine maka sifatnya pun demikian juga  jika tunggal, maka sifatnya pun tunggal juga, serta jamak, juga jamak (plural). Di dalam ayat terlihat bahwa Nuthfah berbentuk tunggal, sedangkan Amsyaz berbentuk Jamak. Apa gerangan sebabnya, kelirukah Al Qur'an..? (kalau orang yang tidak mengerti bahasa Arab, akan mengatakan Al Qur'an keliru).
Pakar-pakar bahasa menyatakan bahwa jika sifat dari satu hal yang berbentuk tunggal, mengambil bentuk jamak, maka itu mengisyaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh bagian-bagian kecil yang disifatinya (bukankah dalam Nutfah pancaran sperma dari lelaki mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia?). Dalam hal Nutfah maka sifat Amsyaz (bercampur), bukan sekedar bercampurnya dua hal sehingga menyatu atau terlihat menyatu tetapi percampuran itu sedemikian mantap, sehingga mencakup seluruh bagian dari nutfah tadi. Nutfah Amsyaz itu sendiri adalah hasil percampuran sperma, dan ovum, yang masing-masing memiliki 46 kromosom. Jika demikian wajar bila Al Qur'an menggunakan bentuk jamak, untuk menyifati nutfah yang memiliki jumlah yang banyak dari kromosom itu. Dan Informasi Al Qur'an tidak sampai disana. Dilanjutkannya, bahwa Nutfah tersebut dalam proses selanjutnya menjadi "Alaqah". "Kemudian Kami jadikan Nutfah itu "Alaqah" (Q.S Al Mukminun 23 : 14),
Pakar-pakar Embriologi menegaskan bahwa setelah menjadi pembuahan (amsyaz) maka Nutfah (yang sudah bercampur tadi ) tersebut melekat di dinding rahim. Dan inilah yang dimaksudkan Al Qur'an dengan "Alaqah". Kata "Alaqah", dalam kamus-kamus bahasa mempunyai banyak arti, antara lain "segumpal darah", atau "Sejenis cacing " yang terdapat didalam air, bila diminum dapat melengket di tenggorokan. Kata "Alaqah", akar katanya "Aliqa", Yang berarti "tergantung / Melengket". Jadi bagi wanita yang keguguran, biasanya banyak penyebabnya  yang pasti janin tersebut tidak dapat lagi melengket di rahim sang calon ibu, bisa dikarenakan rahim wanita sendiri yang lemah, atau karena sang janin itu sendiri yang lemah. Penyebabnya macam-macam, karena obat-obatan, makanan, atau kecapean, atau memang lemah rahimnya. Wallahua'lam, yang pasti bagaimanapun semua atas kehendak dan takdir Allah SWT. Kalau Allah bilang : "Kun", (jadi), fayakun (maka jadilah ia), kalau Allah bilang tidak jadi, maka tidak jadilah ia.
"Dari mana Muhammad SAW memperoleh informasi yang demikian akurat itu, padahal hakikat ilmiyah ini baru ditemukan oleh ilmuwan setelah beribu tahun lebih dari kedatangan beliau ?" itulah wahyu Allah yang maha mengetahui, yang mana ayat-ayatnya selalu relevan (sesuai), dengan perkembangan zaman kapan dan dimana sajapun.
Karena Allah maha mengetahui, dan disampaikan-Nya pada hamba pilihanNya


Sumber :Internet







Khadijah………



Beliau adalah seorang sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Dia adalah putri dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Dijuluki ath-Thahirah yakni yang bersih dan suci. Sayyidah Quraisy ini dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat kira-kira 15 tahun sebelum tahun fill (tahun gajah). Beliau tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya beliau menjadi seorang wanita yang cerdas dan agung. Beliau dikenal sebagai seorang yang teguh dan cerdik dan memiliki perangai yang luhur. Karena itulah banyak laki-laki dari kaumnya menaruh simpati kepadanya.
Pada mulanya beliau dinikahi oleh Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi yang membuahkan dua orang anak yang bernama Halah dan Hindun.Tatkala Abu Halah wafat, beliau dinikahi oleh Atiq bin ‘A’id bin Abdullah al-Makhzumi hingga beberapa waktu lamanya namun akhirnya mereka cerai.
Setelah itu banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan beliau tetapi beliau memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya, juga sibuk mengurusi perniagaan yang mana beliau menjadi seorang yang kaya raya. Suatu ketika, beliau mencari orang yang dapat menjual dagangannya, maka tatkala beliau mendengar tentang Muhammad sebelum bi’tsah (diangkat menjadi Nabi), yang memiliki sifat jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka beliau meminta kepada Muhammad untuk menjualkan dagangannya bersama seorang pembantunya yang bernama Maisarah. Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujuinya dan berangkatlah beliau bersama Maisarah dan Alloh menjadikan perdagangannya tersebut menghasilkan laba yang banyak. Khadijah merasa gembira dengan hasil yang banyak tersebut karena usaha dari Muhammad, akan tetapi ketakjubannya terhadap kepribadian Muhammad lebih besar dan lebih mendalam dari semua itu. Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, yang belum pernah beliau rasakan sebelumnya. Pemuda ini tidak sebagamana kebanyakan laki-laki lain dan perasaan-perasaan yang lain.
Akan tetapi dia merasa pesimis; mungkinkah pemuda tersebut mau menikahinya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun? (perlu di ketahui, dalam keterangan para ulama lain menjelaskan bahwa umur beliau memang lebih tua dari Muhammad, namun belum mencapai 30 tahun) Apa nanti kata orang karena ia telah menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?
Maka disaat dia bingung dan gelisah karena problem yang menggelayuti pikirannya, tiba-tiba muncullah seorang temannya yang bernama Nafisah binti Munabbih, selanjutnya dia ikut duduk dan berdialog hingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang disembuyikan oleh Khodijah tentang problem yang dihadapi dalam kehidupannya. Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan bahwa Khadijah adalah seorang wanita yang memiliki martabat, keturunan orang terhormat, memiliki harta dan berparas cantik.Terbukti dengan banyaknya para pemuka Quraisy yang melamarnya.
Selanjutnya, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:
Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?
Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah .
Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?
Muhammad : Siapa dia ?
Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid
Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.
Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk menikahi sayyidah Khadijah. Kemudian berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.
Setelah usai akad nikah, disembelihlah beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan dan diantara mereka terdapat Halimah as-Sa’diyah yang datang untuk menyaksikan pernikahan anak susuannya. Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang sekarang menjadi suami tercinta.
Maka jadilah Sayyidah Quraisy sebagai istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami dan mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan sendiri. Manakala Muhammad mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad. Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengembil salah seorang dari putra pamannya, Abu Tholib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib radhiallâhu ‘anhu agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad ShallAllohu ‘alaihi wasallam .
Alloh memberikan karunia pada rumah tangga tersebut berupa kebehagaian dan nikmat yang berlimpah, dan mengkaruniakan pada keduanya putra-putri yang bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kalsum dan Fatimah.
Kemudian Alloh Ta’ala menjadikan Muhammad al-Amin ash-Shiddiq menyukai Khalwat (menyendiri), bahkan tiada suatu aktifitas yang lebih ia sukai dari pada menyendiri. Beliau menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Alloh di Gua Hira’ sebulan penuh pada setiap tahunnya. Beliau tinggal didalamnya beberapa malam dengan bekal yang sedikit jauh dari perbuatan sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang Makkah yakni menyembah berhala dan lain –lain.
Sayyidah ath-Thahirah tidak merasa tertekan dengan tindakan Muhammad yang terkadang harus berpisah jauh darinya, tidak pula beliau mengusir kegalauannya dengan banyak pertanyaan maupun mengobrol yang tidak berguna, bahkan beliau mencurahkan segala kemampuannya untuk membantu suaminya dengan cara menjaga dan menyelesaikan tugas yang harus dia kerjakan dirumah. Apabila dia melihat Nabi ShallAllohu ‘alaihi wasallam pergi ke gua, kedua matanya senantiasa mengikuti suaminya terkasih dari jauh. Bahkan dia juga menyuruh orang-orang untuk menjaga beliau tanpa mengganggu suaminya yang sedang menyendiri.
Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wasallam tinggal di dalam gua tersebut hingga batas waktu yang Alloh kehendaki, kemudian datanglah Jibril dengan membawa kemuliaan dari Alloh sedangkan beliau di dalam gua Hira’ pada bulan Romadhon. Jibril datang dengan membawa wahyu.Selanjutnya beliay Nabi ShallAllohu ‘alaihi wasallam keluar dari gua menuju rumah beliau dalam kegelapan fajar dalam keadaaan takut, khawatir dan menggigil seraya berkata: “Selimutilah aku ….selimutilah aku …”.
Setelah Khadijah meminta keterangan perihal peristiwa yang menimpa Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wasallam, beliau menjawab:”Wahai Khadijah sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku”.
Maka Istri yang dicintainya dan yang cerdas itu menghiburnya dengan percaya diri dan penuh keyakinan berkata: “Alloh akan menjaga kita wahai Abu Qasim, bergembiralah wahai putra pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, sugguh aku berharap agar anda menjadi Nabi bagi umat ini. Demi Alloh, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya, sesungguhnya anda telah menyambung silaturahmi, memikul beban orang yang memerlukan, memuliakan tamu dan menolong para pelaku kebenaran.
Maka menjadi tentramlah hati Nabi berkat dukungan ini dan kembalilah ketenangan beliau karena pembenaran dari istrinya dan keimanannya terhadap apa yang beliau bawa.
Namun hal itu belum cukup bagi seorang istri yang cerdas dan bijaksana, bahkan beliau dengan segera pergi menemui putra pamannya yang bernama waraqah bin Naufal, kemudian beliau ceritakan perihal yang terjadi pada Muhammad ShallAllohu ‘alaihi wasallam. Maka tiada ucapan yang keluar dari mulutnya selain perkataan: “Qudus….Qudus…..Demi yang jiwa Waraqah ada ditangan-Nya, jika apa yang engkau ceritakan kepadaku benar,maka sungguh telah datang kepadanya Namus Al-Kubra sebagaimana yang telah datang kepada Musa dan Isa, dan Nuh alaihi sallam secara langsung.Tatkala melihat kedatangan Nabi, sekonyong-konyong Waraqah berkata: “Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, Sesungguhnya engkau adalah seorang Nabi bagi umat ini, pastilah mereka akan mendustakan dirimu, menyakiti dirimu, mengusir dirimu dan akan memerangimu. Seandainya aku masih menemui hari itu sungguh aku akan menolong dien Alloh “. Kemudian ia mendekat kepada Nabi dan mencium ubun-ubunnya. Maka Nabi ShallAllohu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Apakah mereka akan mengusirku?”. Waraqah menjawab: “Betul, tiada seorang pun yang membawa sebagaimana yang engkau bawa melainkan pasti ada yang menentangnya. Kalau saja aku masih mendapatkan masa itu …kalau saja aku masih hidup…”. Tidak beberapa lama kemudian Waraqah wafat.
Menjadi tenanglah jiwa Nabi ShallAllohu ‘alaihi wasallam tatkala mendengar penuturan Waraqah, dan beliau mengetahui bahwa akan ada kendala-kendala di saat permulaan berdakwah, banyak rintangan dan beban. Beliau juga menyadari bahwa itu adalah sunnatullah bagi para Nabi dan orang-orang yang mendakwahkan dien Alloh. Maka beliau menapaki jalan dakwah dengan ikhlas semata-mata karena Alloh Rabbul Alamin, dan beliau mendapatkan banyak gangguan dan intimidasi.
Adapun Khadijah adalah seorang yang pertama kali beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya dan yang pertama kali masuk Islam.
Beliau adalah seorang istri Nabi yang mencintai suaminya dan juga beriman, berdiri mendampingi Nabi ShallAllohu ‘alaihi wasallam yang dicintainya untuk menolong, menguatkan dan membantunya serta menolong beliau dalam menghadapi kerasnya gangguan dan ancaman sehingga dengan hal itulah Alloh meringankan beban Nabi-Nya.Tidaklah beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik penolakan maupun pendustaan yang menyedihkan beliau ShallAllohu ‘alaihi wasallam kecuali Alloh melapangkannya melalui istrinya bila beliau kembali ke rumahnya. Beliau (Khadijah) meneguhkan pendiriannya, menghiburnya, membenarkannya dan mengingatkan tidak berartinya celaan manusia pada beliau ShallAllohu ‘alaihi wasallam. Dan ayat-ayat Al-Qur’an juga mengikuti (meneguhkan Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wasallam), Firman-Nya, yang artinya: “Hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Rabb-Mu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (belasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-Mu, bersabarlah!”(QS: Al-Muddatstsir:1-7).
Sehingga sejak saat itu Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wasallam yang mulia memulai lembaran hidup baru yang penuh barakah dan bersusah payah. Beliau katakan kepada sang istri yang beriman bahwa masa untuk tidur dan bersenang-senang sudah habis. Khadijah radhiallâhu ‘anha turut mendakwahkan Islam disamping suaminya -semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau. Diantara buah yang pertama adalah Islamnya Zaid bin Haritsah dan juga keempat putrinya semoga Alloh meridhai mereka seluruhnya.
Mulailah ujian yang keras menimpa kaum muslimin dengan berbagai macam bentuknya,akan tetapi Khadijah berdiri kokoh bak sebuah gunung yang tegar kokoh dan kuat. Beliau wujudkan Firman Alloh Ta’ala, yang artinya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’ , sedangkan mereka tidak diuji lagi?” . (QS: Al-’Ankabut:1-2).
Alloh memilih kedua putranya yang pertama Abdullah dan al-Qasim untuk menghadap Alloh tatkala keduanya masih kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap bersabar. Beliau juga melihat dengan mata kepalanya bagaimana syahidah pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala menghadapi sakaratul maut karena siksaan para thaghut hingga jiwanya menghadap sang pencipta dengan penuh kemuliaan.
Beliau juga harus berpisah dengan putri dan buah hatinya yang bernama Ruqayyah istri dari Utsman bin Affan radhiallâhu ‘anhu karena putrinya hijrah ke negeri Habsyah untuk menyelamatkan diennya dari gangguan orang-orang musyrik. Beliau saksikan dari waktu ke waktu yang penuh dengan kejadian besar dan permusuhan. Akan tetapi tidak ada kata putus asa bagi seorang Mujahidah. Beliau laksanakan setiap saat apa yang difirmankan Alloh Ta’ala, yang artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan duji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberikan kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Alloh, ganguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang di utamakan “. (QS: Ali Imran:186).
Sebelumnya, beliau juga telah menyaksikan seluruh kejadian yang menimpa suaminya al-Amin ash-Shiddiq yang mana beliau berdakwah di jalan Alloh, namun beliau menghadapi segala musibah dengan kesabaran. Semakin bertambah berat ujian semakin bertambahlah kesabaran dan kekuatannya. Beliau campakkan seluruh bujukan kesanangan dunia yang menipu yang hendak ditawarkan dengan aqidahnya. Dan pada saat-saat itu beliau bersumpah dengan sumpah yang menunjukkan keteguhan dalam memantapkan kebenaran yang belum pernah dikenal orang sebelumnya dan tidak bergeming dari prinsipnya walau selangkah semut. Beliau bersabda: “Demi Alloh wahai paman! seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, maka sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya hingga Alloh memenangkannya atau aku yang binasa karenannya”.
Begitulah Sayyidah mujahidah tersebut telah mengambil suaminya Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wasallam sebagai contoh yang paling agung dan tanda yang paling nyata tentang keteguhan diatas iman. Oleh karena itu, kita mendapatkan tatkala orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka terhadap kaum muslimin untuk menekan dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan dan mereka tulis naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada dinding ka’bah; Khadijah tidak ragu untuk bergabung dengan kaum muslimin bersama kaum Abu Thalib dan beliau tinggalkan kampung halamannya untuk menempa kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang menyertai beliau menghadapi beratnya pemboikotan yang penuh dengan kesusahan dan menghadapi kesewenang-wenangan para penyembah berhala. Hingga berakhirlah pemboikotan yang telah beliau hadapi dengan iman, tulus dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh Sayyidah Khadijah telah mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di usia 65 tahun. Selang enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah Abu Thalib, kemudian menyusul seorang mujahidah yang sabar -semoga Alloh meridhai beliau- tiga tahun sebelum hijrah.
Dengan wafatnya Khadijah maka meningkatlah musibah yang Rasul hadapi. Karena bagi Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wasallam, Khadijah adalah teman yang tulus dalam memperjuangkan Islam.
Begitulah Nafsul Muthmainnah telah pergi menghadap Rabbnya setelah sampai pada waktu yang telah ditetapkan, setelah beliau berhasil menjadi teladan terbaik dan paling tulus dalam berdakwah di jalan Alloh dan berjihad dijalan-Nya. Dalalm hubungannya, beliau menjadi seorang istri yang bijaksana, maka beliau mampu meletakkan urusan sesuai dengan tempatnya dan mencurahkan segala kemamapuan untuk mendatangkan keridhaan Alloh dan Rasul-Nya. Karena itulah beliau berhak mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar gembira dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan tidak ada pula keributan didalamnya. Karena itu pula Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, sebaik-baik wanita adalah Khadijah binti Khuwailid”.
Ya Alloh ridhailah Khadijah binti Khuwailid, As-Sayyidah Ath-Thahirah. Seorang istri yang setia dan tulus, mukminah mujahidah di jalan diennya dengan seluruh apa yang dimilikinya dari perbendaharaan dunia. Semoga Alloh memberikan balasan yang paling baik karena jasa-jasanya terhadap Islam dan kaum muslimin.



Para istri Rasulullah



Para istri Rasulullah

Khadijah binti Khuwailid (wafat 3 SH). Dia adalah istri Rasulullah yang pertama dan orang yang paling banyak membantu perjuangannya di tahun-tahun pertama kenabian.
Sebelum masa kenabian ia dijuluki dengan julukan “wanita suci”. Rasulullah menikah dengannya 15 tahun sebelum diangkat menjadi nabi. Putra-putrinya dari Nabi adalah; Qasim, Abdullah keduanya meninggal ketika masih kecil, kemudian Zainab, Ruqaiyah, Ummi Kultsum dan Fatimah. Dia memberikan dukungan penuh baik moril maupun materil kepada Nabi dalam perjuangan beliau. Khadijah wafat pada “aamul-huzni” [tahun kesedihan] dan dimakamkan di Hujun.

Saudah binti Zam`ah (wafat 23 H/643 M). Dia masuk Islam bersama suaminya dan turut hijrah ke Abessina. Dalam hijrah yang kedua, suaminya meninggal dunia, lalu dinikahi oleh Rasulullah setelah Khadijah wafat. Rasulullah membawanya hijrah ke Madinah. Dia termasuk istri Nabi yang sering memberikan giliran harinya kepada Aisyah.
Aisyah binti Abu Bakar (wafat 58 H). Dia dipersunting oleh Nabi saw. pada tahun kedua Hijrah dan satu-satunya istri Rasulullah saw. yang dikawininya sewaktu perawan.
Dia adalah istri yang paling dicintai oleh Nabi dan yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Nabi. Dia juga termasuk wanita yang paling pakar dalam ilmu agama dan etika. Dia wafat di Madinah dan dimakamkan di Baqi.

Hafsah binti Umar (wafat 45 H). Dari sejak Islam muncul, dia langsung memeluk agama Islam. Dia bersama suaminya ikut hijrah ke Madinah, namun suaminya meninggal
dunia seusai perang Badar. Rasulullah melamarnya dari orang tuanya, seterusnya dia dinikahkan kepada Rasulullah. Beliau meninggal di Madinah.

Juwairiah binti Harits bin Abu Dhirar (wafat 56 H). Nama aslinya adalah Burrah binti Harits. Dia ditawan oleh kaum Muslimin pada perang Bani Musthaliq dan diberikan kepada Tsabit bin Qais sebagai bagian dari rampasan perang. Dia diberi hak oleh Tsabit
untuk menebus kemerdekaannya dengan imbalan sejumlah harta. Dia pergi menghadap Rasulullah minta bantuan, Rasulullah menawarkan kepadanya persetujuannya membayar sejumlah harta yang telah disepakati itu kemudian setelah merdeka Rasulullah menikahinya.

Maimunah binti Harits (wafat 50 H/670 M). Nama aslinya adalah Burrah, oleh Nabi diganti dengan Maimunah. Dialah wanita yang menghadiahkan dirinya kepada Nabi yang karenanya turun ayat yang artinya: “Perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya
kepada Nabi..”.(Al-Ahzab, ayat 50)

Mariah Qibtiah (wafat 16 H/637 M). Seorang wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir kepada Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu
dinikahi oleh Rasulullah dan mendapat seorang putra bernama Ibrahim. Sepeninggal Rasulullah dia dibiayai oleh Abu Bakar kemudian Umar dan meninggal pada masa kekhalifahan Umar.

Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat 50 H). Sebelumnya dia penganut Yahudi Bani Akhthab yang tertawan pada perang Khaibar. Rasulullah saw. memilih dan memerdekakannya, lalu ia masuk Islam, setelah itu dinikahi oleh Rasulullah saw. dan wafat di Madinah.
Ummu Habibah binti Abu Sofyan (wafat 44 H/664 M). Rasulullah lengkapnya adalah Ramlah binti Abu Sofyan, dia ikut hijrah ke Abessina (Eriteria sekarang) bersama suaminya, tetapi suaminya terpengaruh di sana, lalu murtad dan meninggal dunia sebagai
penganut Kristen. Rasulullah saw. segera mengirim Amru bin Umaiah Dhumari untuk melamarnya buat Rasulullah. Najasyi, penguasa Abessina menikahkannya kepada Rasulullah dengan mahar sebesar 400 dinar.

Ummu Salamah (wafat 57 H/676 M). Nama lengkapnya adalah Hindun binti Umaiah, termasuk sahabat wanita yang masuk Islam pada periode pertama. Dia termasuk yang ikut hijrah dua kali (Abessina dan Madinah). Suaminya mati syahid dalam perang
Badar, lalu Rasulullah menikahinya.
Beliau termasuk wanita yang jenius, berakhlak mulia dan pandai tulis-baca. Dia dikaruniai usia yang panjang, dia wafat di Madinah dan dimakamkan di Baqi.
Zainab binti Jahsy (wafat 20 H). Nama aslinya adalah Burrah, sepupu Rasulullah. Semula dia menikah dengan Zaid bin Haritsah, setelah dicerai, dia dinikahi Rasulullah dan diberi nama Zainab dan dijuluki dengan Ummul Hakam. Dia sangat warak dan kuat beragama serta banyak bersedekah. Beliau juga seorang yang cekatan dan terampil, suka bekerja sendiri, menyantuni orang-orang miskin dan selalu memberi derma buat keluarga dan anak yatim.



Sumber: Oktober 9, 2006 in Ensiklopedia Islam, Keluarga asuluulah, Muslimah