Rabu, 04 Juni 2008

Idul Qurban Yang Lalu

Idul Qurban Yang Lalu

Yu Timah biasa duduk menjauh bila berhadapan dengan saya. Malah maunya bersimpuh di lantai, namun selalu saya cegah.

''Pak, saya mau mengambil tabungan,'' kata Yu Timah dengan suaranya yang kecil.

''O, tentu bisa. Tapi ini hari Sabtu dan sudah sore. Bank kita sudah tutup.

Bagaimana bila Senin?''

''Senin juga tidak apa-apa. Saya tidak tergesa.''

''Mau ambil berapa?'' tanya saya.

''Enam ratus ribu, Pak.''

''Kok banyak sekali. Untuk apa, Yu?''

Yu Timah tidak segera menjawab. Menunduk, sambil tersenyum malu-malu. ''Saya mau beli kambing kurban, Pak. Kalau enam ratus ribu saya tambahi dengan uang saya yang di tangan, cukup untuk beli satu kambing.''

Saya tahu Yu Timah amat menunggu tanggapan saya. Bahkan dia mengulangi kata-katanya karena saya masih diam. Karena lama tidak memberikan tanggapan, mungkin Yu Timah mengira saya tidak akan memberikan uang tabungannya. Padahal saya lama terdiam karena sangat terkesan oleh keinginan Yu Timah membeli kambing kurban.

''Iya, Yu. Senin besok uang Yu Timah akan diberikan sebesar enam ratus ribu. Tapi Yu, sebenarnya kamu tidak wajib berkurban. Yu Timah bahkan wajib menerima kurban dari saudara-saudara kita yang lebih berada. Jadi, apakah niat Yu Timah benar-benar sudah bulat hendak membeli kambing kurban?''

''Iya Pak. Saya sudah bulat. Saya benar-benar ingin berkurban. Selama ini memang saya hanya jadi penerima. Namun sekarang saya ingin jadi pemberi daging kurban.''

''Baik, Yu. Besok uang kamu akan saya ambilkan di bank kita.''

Wajah Yu Timah benderang. Senyumnya ceria. Matanya berbinar. Lalu minta diri, dan dengan langkah-langkah panjang Yu Timah pulang.

(Belum Haji Sudah Mabrur Oleh : Ahmad Tohari)

Disamping jalur Kereta Api Lenteng Agung kami (aku dan istriku) hentikan Supra-x. Berjubel orang jualan kambing diarea situ. Bau menyengat nyaris menempel dengan bau kitaistriku mengambil sapu tangan, menutup muhidungnya. Namanya kambing, pastilah bau..

Masih satu minggu sebelum lebaran Haji. Tapi suasana sudah berjubel tidak karuan. Kebanyakan yang melakukan transaksi adalah orang kantoran, terlihat dari pakaian yang dikenakan. Maklumlah hari itu sore dan masa pulang kantor.

Kali lihat tenda kambing aitu satu persatu sampai sejauh kaki ini melangkah untuk melihat-lihat kambing yang akan kami beli..kami tertuju padakambing putih, agak besar, sebenarnya bukan kambing, tapi domba. Dia tidak besar sih, tapi lumayan mantap. Domba itu juga terkesan sehat dan kuat.

” Berapa harga kambing dipojok itu pak? Yang warna putih sedang mengunyah ” sembari aku menunjuk domba putih itu.

” Yang Putih Besar itu pak?. Itu harganya dua juta rupiah pak pas” kata penjual yang berpeci putih itu sembari tersenyum.

”Bukan itu terlalu besar, yang kecil itu dipojok pak, itu berapa?”. ”ooh yang itu, itu delapan ratus pak pas, tidak pake kurang”. Katanya sembari mengelus jenggotnya

” enam ratus ya pak?” aku hajar saja, siapa tahu mau.

” Tidak kurang tidak lebih, sekarang biaya angkutnyapak nggak bisa ditawar, mahal” si bapak sembari garuk-garuk kepala dengan melepas pecinya.

” enam ratus lima puluh ribu ya pak?” aku naikkan penawaran, istriku hanya geleng-geleng saja mendengarnya

” saya turun tujuh ratus tujuh puluh lima pak. ” ujarnya .

Aku pikir lagi, wah rugi, harus bisa turun terus. Istriku makin geleng-geleng saja dengan polah tingkahku.

” pak jadi aja pak enam ratus dua puluh lima ya pak?” seruku

” nggak bisa pak, bapak cari yang lain dulu deh ” katanya dengan tersenyum

” Pasnya berapa pak?” aku sudah terlanjur naksir dengan kambing itu.

” sebenarnya sudah pas pak,” kata bapak itu dengan mimik serius.

”Pak kalau jadi minta diantar bisa kan pak, orang dekat pak Masjidnyagak sampai satu kilo kok pak” Kataku.

”Gampang pak, kalau jadi mah gampang”. Kata bapak itu tersenyum lagi

Kalau bapak naksir, ya udah deh pak, kalo bapak bener-bener mau saya lepas, gak pakae nawar lagi tujuh ratus ribu, dah” kata dia, capek kelihatannya main tawar-tawaran dengan aku.

”Pak kalau jadi, saya di masjid Ghoni pak sebrang jalan ini” bapak itu berhenti melangkah.”wah itu masjid saya!”

Saya kaget, ”jadi deh pak, tujuh ratus ribu!” gak enak ati saya mendengar kata-kata dia, penjual kambing ini punya masjid? Apalagi masjidnya bagus dan ber AC.

Setelah qurban selesai, saya dikirimi tulisan diatas, kaget saya. Ya Allah, saya mati-matian ngumpulin uang untuk beli lensa yang harganya jutaan, tapi untuk seekor kambing saya berani alot. Kalau bapak penjual bukan penjual kambingnya, pasti sampai diusirpun saya masih nawar.

Seorang Yu Timah ini benar-benar menampar saya. Seorang perempuan dengan tabungan yang hanya segitu mau dia keluarkan untuk kambing yang sebenarnya masih belum menjadi kewajiban bagi Yu Timah, sedang saya, mencoba menekan harga asal dapat kambing dan dengan royal mampu membeli barang lain tanpa beban. Taruhlah lensa nikon 10-70, dia bermain pada kisaran tiga jutaan, tapi untuk kqurban, hanya tujuh ratus ribu yang mampu aku keluarkan, MasyaAllah

Memang sih aku menggugurkan kewajibanku dengan harga yang tidak sebanding. Aku serasa menjadi Qobil yang memberikan persembahan kepadaNya hanya dengan barang yang kurasa buruk. Semisal harganya sama-sama enam ratus ribu rupiah, analogi akan muncul, kendaraanku tetap angkot bobrok, sedangkan yu Timah Mercy dengan supir didepannya, mulus pula dari toko.

Usia Yu Timah sekitar lima puluhan, berbadan kurus dan tidak menikah. Barangkali karena kondisi tubuhnya yang kurus, sangat miskin, ditambah yatim sejak kecil, maka Yu Timah tidak menarik lelaki manapun. Jadilah Yu Timah perawan tua hingga kini. Dia sebatang kara. Dulu setelah remaja Yu Timah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta . Namun, seiring usianya yang terus meningkat, tenaga Yu Timah tidak laku di pasaran pembantu rumah tangga. Dia kembali ke kampung kami. Para tetangga bergotong royong membuatkan gubuk buat Yu Timah bersama emaknya yang sudah sangat renta. Gubuk itu didirikan di atas tanah tetangga yang bersedia menampung anak dan emak yang sangat miskin itu. Meski hidupnya sangat miskin, Yu Timah ingin mandiri. Maka ia berjualan nasi bungkus. Pembeli tetapnya adalah para santri yang sedang mondok di pesantren kampung kami. Tentu hasilnya tak seberapa. Tapi Yu Timah bertahan. Dan nyatanya dia bisa hidup bertahun-tahun bersama emaknya. Setelah emaknya meninggal Yu Timah mengasuh seorang kemenakan. Dia biayai anak itu hingga tamat SD. Tapi ini zaman apa. Anak itu harus cari makan. Maka dia tersedot arus perdagangan pembantu rumah tangga dan lagi-lagi terdampar di Jakarta . Sudah empat tahun terakhir ini Yu Timah kembali hidup sebatang kara dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berjualan nasi bungkus. Untung di kampung kami ada pesantren kecil. Para santrinya adalah anak-anak petani yang biasa makan nasi seperti yang dijual Yu Timah.

Tragedi Obat Nyamuk dan Nyamuk

Tragedi Obat Nyamuk dan Nyamuk

Rabu,17 oktober 2007 ikut kakak sepupu silaturahmi ke rumah pacar dan temen2 nya. Sebel banget sepanjang rumah yang ku kunjungi aku hanya di jadiin sebagai obat nyamuk, didiemin aja sama kakakku. apalagi waktu di rumah pacarnya kakakku,mereka asyik-asyikkan ngobrol dan akunya dicuekin uhhhhhhhhhhhhh.Sampai pacarnya kakakku ngomong “mbak…mbak prasaan dari tadi gak ada nyamuk deh,ko’ mbak masih di sini seeeeeee” … Cucian deh lu!!! (Yang sabar yaw… Keponakan tirimu ini juga sering jadi obat nyamuk kok… Tenang aja te… Jangan patah semangat… Anak tiri akan selalu mendukungmu agar tante selalu menjadi OBAT NYAMUK SEJATI… Hwekekekekkek….)

Musim hujan, beberapa minggu ini Jakarta lagi musim hujan. Biasanya, hujannya turun agak sorean sampe malam menjelang. Karena dimana-mana air tergenang, nyamuk beranak-pinak dengan penuh kemenangan. Nyamuk apa aja dan dimana aja. Termasuk di sekitar rumahku, yang kebetulan rumahku ini nongkrong di tepian Jakarta, markas nyamuk. Maka, musim hujan berbuah petaka bagi orang-orang pinggiran ini.
Dasar aku ini orang yang pinggiran, jadi alergi dengan asap obat nyamuk. Dengan asap rokok aku juga pusing. Aku rela tarung sama orang yang ngisap obat nyamuk, eh, kalo rokok, ntar dulu ya, mending pindah tempat daripada aku harus nyium bau asapnya. Bener, pernah suatu malam aku makan di warteg, ada orang duduk di sebelahku lagi ngerokok, lalu menjauh dah aku. Bukannya sadar, malah niup asap rokoknya tanpa bersalah ke arah tempat dudukku yang baru. Jadi tetep aja kena asap rokoknya. Mati aja deh. Sesek napes!. Okelah, trus pindah lagi, menjauh. eh, niup lagi makin kenceng. Ketelen lagi deh asap rokoknya. krrr...

Lanjut, karena aku gak suka asep-asep alias alergi, maka di rumahku gak dipasang obat nyamuk. Obat nyamuk listrik? Wah itu lebih berbahaya (tapi aku tetep pake yan g listrik, ketolong baunya, haruman).ku baca email dari seorang mantan pekerja di perusahaan obat nyamuk, dia bilang, obat nyamuk listrik lebih berbahaya bagi pernafasan daripada obat nyamuk biasa. Tiga kali lipat!!!waaah gek kebayang ngerinya, tapi tepian Jakarta adalah sarang paling teroris! yang siap santap, yah cara yang paling jitu dan aman adalah dengan tangan. Mari coba menagkap nyamuk dengan sigap, hidoep ataoe mati, lalu mengumpulkannya untuk dijadikan mangsa bagi semut-semut kecil kelaparan yang ada di luar rumah. Hehehe. Sekalian buat ngasih amal ke semut, biar semut baik sama aku. Berabe kan...kalo semut-semut yang banyak minta ampun itu menggigit aku yang lagi tidur. Tanpa suara tau-tau mereka sudah membuat kulitku bentol-bentol. Hiii. Mending aku berbuat baik dengan sesama kan, sekalian ngamalin Dasa Darma Pramuka? Pada masih ingat kagak? Haha paling yang diinget cuman tepuk pramuka, itupun udah lupa-lupa ingat, iya...kan?

Jam sembilanan malam, memasuki area jam sepuluh. Jam segini biasanya nyamuk-nyamuk mulai beraksi. kupasang telinga dan mata. Seluruh indera perabaku siap siaga, mata mulai aku picingkan dengan semangat 45! bulu romaku berdiri..terus nyanyi dangdut deh, lagunya Bang Roma Irama yang Judi! Maracuni kehidupan!..
Aku mulai buka baju. Katanya, bau ketek mengundang nyamuk. aku percaya, tapi sebenarnya aku lebih percaya kalo seluruh tubuhku ini yang mengundang nyamuk-nyamuk itu, secara aku sering dijadiin obat nyamuk oleh teman-temanku.. Beberapa saat kemudian, Ngiung...ngiungg...nguing..nguing suaranya menggema menyebalkan. Item-item kecil melayang-layang satu... dua...tiga ekor mendekati ku untuk mulai menggerayangiku yang lagi pasang badan kaya bay watch (atau obat nyamuk kali ya?). Ngiung...ngiungg...semakin mendekat...ngiung...lebih deket lagi...ngiu.hupp!!!dapet satu!! Hohoho..hehehehe...hahaha..huhuhu. trus aku lompat-lompat di kamar kaya tukang pancing ikan dapat ikan gurame. Gak kok. Pokoknya aku seneng dan senang. P peperangan belum selesai. Masih ada tiga lagi, eh, gak ding. aku itung...satu...dua...tiga...empat...lima...waaa masih banyak lagi. tiba-tiba saja sudah ada banyak yang melayang. Ada tambahan pasukan rupanya.
Dari mana ya datangnya? aku harus ekstra keras mengautkan tenaga dan semangat atas serangan ini.
aku mulai memicingkan mata biar semakin konsen...ngiung...deket sini...ngiu...hupp!..Dapet!!..
lagi...ngiungg...ngiungg...hup! gak dapet!!, sial, dubrak, nabrak lemari
Lagi ah...ngiiungg...hupp!!
dapet, tapi.... gubrak ke lantai!! Horee...!!
lagi...ngiungg...hup!! waa gak dapet lagi, sasaran menjauh!!..
lagi...ngiung...ayo deket...ngiung...hupp!! waa gak dapet lagi.
Aduh!! aku kena serangank, eh, gigit di kaki. Dassarr., mereka tau pertahanan di kaki ku sangat lemah, kaki ku gak bisa neplok, gak bisa menyerang...huhuhu. Trus ku gerak-gerakin kaki aja, biar gak di gigit sambil terus neplokin nyamuk pake tangan kaya’ tadi.

Aku jadi kaya’ robot gedek lagi senam poco-poco gitu. Goyang poco-poco...yi haa...kaki gerak turun naik, tangan neplok kiri-kanan...poco-poco...

Jam dua belasan, baru aku bisa tidur. Setelah bertempur jiwa dan raga melawan satu batalyon nyamuk kerapat. Aku berhasil menjatuhkan lima belas nyamuk!!! Hohoho. Tapi aku bentol-bentol juga...huhuhu. Trus aku juga gak bisa nerusin peperangannya, karena sudah lemes kehabisan tenaga padahal mereka masih menyuplai pasukan dari atas sana. Aku lupa nih, aku gak nutup ventilasi sih. Apes apes apes apes Huhuhu.

Akhirnya aku pake cara terakhir, nutup seluruh tubuh ini menggunakan sarung dan selimut. Biar gak digigit. Tapi cara ini cuma ampuh sebentar aja, sebab kalo sudah tertidur, aku suka gerak sana- gerak sini, jadinya sarung dan selimutnya kebuka dan nyamuknya menyantap aku lagi.yah perjuanngan berjam-jam kagak ada gunanya juga..huhuhuh...

Ntar ku tutup deh ventilasinya...eit, tapi ntar malah gw gak dapat suplai udara...trus mati lemes keabisan udara gimana.. ada yang mau nolongin?.waaa...gak mau...gak mau

Trus gimana ya? obat nyamuk bikin sesek napas, tutup ventilasi bikin mati lemes, perang terbuka dengan nyamuk gw kalah tenaga,...gimana dunk caranya...?

Nyerah deh gw...ntar besok konsultasi ke apotek ah...katanya bisa dipakein ctm buat ke nyamuk...sapa tau cara meracun lebih baek...udah deh ya...tapi kayaknya aku nyerah deh..... selamat obat nyamuk, obat nyamuk elektrik kupasang, tunggu sepuluh menit, tertidur pulas aku karenanya, bodo amatlah dengan tetek bengek...nyamuk ya musuhnya obat nyamuk! Hehehehehe selamat tidur, dan tidurlah dengan nyenyak.

Bye...bye...

‘AKU minta maaf barang siapa yang sayang padaku yang siapa sakit hatinya padaku, barang siapa tidak memaafkan ku, jasadku akan menanti semuanya yang mempermalukan. Mahyu jadi hantu habang,’ demikian beberapa bait kalimat yang tertulis di secarik kertas di saku celana Mahyu. Pemuda warga Desa Ayuang Kecamatan Barabai Hulu Sungai Tengah (HST) ini ditemukan seorang bocah yang hendak buang air besar ke jamban, dalam kondisi leher terjerat sehelai kain selendang yang diikatkan di cabang pohon ramania, sekitar 50 meter di belakang kediamannya, Minggu (30/1) sekitar pukul 13:00 Wita. Di kertas bungkus obat nyamuk bakar itu juga tertulis kalimat ‘sakit hati tak dapat ditahan, aku cinta hanya dengan Siti’.